Kamis, 17 November 2016

Sistem Pencernaan pada Kolon



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Sistem pencernaan (mulai dari mulut sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencerna menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses dari tubuh.
Pencernaan merupakan proses dimana nutrisi diperoleh dari makanan yang kita makan. Berbagai nutrisi seperti protein, lemak dan karbohidrat tidak dapat berasimilasi ke dalam aliran darah dalam bentuk molekul kompleks mereka. Mereka perlu dipecah menjadi bentuk yang lebih sederhana sehingga mereka dapat diserap oleh darah dan kemudian diangkut ke berbagai bagian tubuh. Misalnya, protein perlu dipecah menjadi asam amino, karbohidrat menjadi polisakarida dan monosakarida, lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Hal ini dilakukan oleh berbagai enzim pencernaan. Nutrisi yang yang diperoleh kemudian diserap ke dalam aliran darah dan mencapai sel-sel di seluruh tubuh. Ada berbagai organ sistem pencernaan yang memiliki fungsi tertentu untuk melakukan, salah satunya yaitu usus besar. Usus besar dimulai di mana usus kecil berakhir dan ini terjadi di kawasan tepat di bawah pinggang di sisi kanan tubuh manusia. Secara struktural, usus besar terdiri dari dua bagian – sekum dan kolon. Sekum bergabung usus ke ileum, bagian terakhir dari usus kecil. Sekum kemudian berlanjut ke kolon asendens yang naik melalui sisi kanan perut. Usus Ascending berjalan horizontal melalui rongga perut. Di sini dikenal sebagai usus besar melintang. Usus Melintang akhirnya turun di sisi kiri perut sebagai usus descending. Yang usus menurun berakhir pada rektum dan anus yang merupakan bagian terakhir dari saluran pencernaan.


Fungsi utama dari usus besar dalam pencernaan adalah untuk menyerap garam dan air dari makanan yang diteruskan ke usus dari usus kecil. Hal ini membantu dalam menjaga keseimbangan cairan darah. Materi yang mencapai usus besar adalah tinja sebagai mayoritas pencernaan dan penyerapan nutrisi yang diperoleh oleh aksi berbagai enzim pencernaan telah selesai di usus kecil. Oleh karena penyerapan air dan garam dari kotoran di usus besar membuatnya lebih padat.
Dibandingkan dengan protein, lemak dan karbohidrat selama ini pembahasan mengenai serat makanan seringkali terabaikan. Serat termasuk bagian dari makanan yang tidak mudah diserap dan sumbangan gizinya dapat diabaikan, namun serat makanan sebenarnya mem- punyai fungsi penting yang tidak tergantikan oleh zat lainnya.  Waspadji (1989) dalam pembahasannya mengenai diabetes mellitus dan serat menerangkan, bahwasanya serat larut yang berbentuk viskus dapat memperpanjang waktu pengosongan lambung. Serat larut guar dan pektin memperpanjang waktu transit di usus, sebaliknya serat tidak larut memperpendek waktu transit di usus. Serat makanan berpengaruh juga pada pelepasan hormon intestinal, dapat mengikat kalsium, zat besi, seng dan zat or- ganik lainnya, juga dapat mengikat kolesterol dan asam empedu sehingga berpengaruh pada sirkulasi enterohepatik kolesterol. Dalam usus besar, serat dapat difermentasi oleh bakteri kolon dan dapat menghasilkan asam lemak rantai pendek yang mungkin dapat menghambat mobilisasi asam lemak dan mengurangi glukoneogenesis. Hal ini akan berpengaruh pada pemakaian glukosa, sekresi insulin dan pemakaian glukosa oleh sel hati. 
Selanjutnya peran serat dalam pencegahan kanker kolon dibahas oleh Daldiyono etal. (1990), dikatakan bahwa serat makanan terutama yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin sebagian besar tidak dapat dihancurkan oleh enzim-enzim dan bakteri di dalam traktus digestivus. Serat makanan ini akan menyerap air di dalam kolon, sehingga volume feses menjadi lebih besar dan akan merangsang syaraf pada rektum, sehingga menimbulkan keinginan untuk defikasi. Dengan demikian tinja yang mengandung serat akan lebih mudah dieliminir atau dengan kata lain transit time yaitu kurun waktu antara masuknya makanan dan dikeluarkannya sebagai sisa makanan yang tidak dibutuhkan tubuh menjadi lebih singkat. Waktu transit yang pendek, menyebabkan kontak antara zat-zat iritatif dengan mukosa kolorektal menjadi singkat, sehingga dapat mencegah terjadinya penyakit di kolon dan rektum. Di samping menyerap air, serat makanan juga menyerap asam empedu sehingga hanya sedikit asam empedu yang dapat merangsang mukosa kolorektal, sehingga timbulnya karsinoma kolorektal dapat dicegah. Ranakusuma (1990) menjelaskan, bahwa serat makanan juga berguna mengurangi asupan kalori. Diet seimbang rendah kalori disertai diet tinggi serat bermanfaat sebagai strategi menghadapi obesitas.http://dosen.narotama.ac.id/wp-content/uploads/2012/03/Serat-makanan-dan-peranannya-bagi-kesehatan.pdf
Kanker kolorektal ditujukan pada tumor ganas yang ditemukan di kolon dan rektum.  Kolon dan rectum adalah bagian dari usus besar pada sistem pencernaan yang disebut juga traktus gastrointestinal. Lebih jelasnya kolon berada di bagian proksimal usus besar dan rektum di bagian distal sekitar 5-7cm di atas anus. Kolon dan rektum merupakan bagian dari saluran pencernaan atau saluran gastrointestinal di mana fungsinya adalah untuk menghasilkan energi bagi tubuh dan membuang zat-zat yang tidak berguna (Pezzoli A, Mataresen V, Rubini M, 2007).

1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana anatomi usus besar?
1.2.2 Bagaimana fisiologi usus besar?

1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Untuk mengetahui anatomi usus besar.
1.3.2 Untuk mengetahui fisiologi usus besar

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Anatomi Usus Besar (Kolon)
Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalisani. Usus besar merupakan sambungan dari usus halus dan dimulai di katup ileokik atau ileosekal, yaitu tempat sisa makanan. Diameter usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus diameternya semakin kecil. Lapisan-lapisan usus besar dari dalam ke luar adalah selaput lendir, lapisan otot yang memanjang, dan jaringan ikat. Ukurannya lebih besar daripada usus halus, mukosanya lebih halus daripada usus halus dan tidak memiliki vili. Serabut otot longitudinal pada dinding berotot tersusun dalam tiga jalur yang member rupa berkerut-kerut dan berlubang-lubang. Taenia coli yang menarik kolon menjadi kantong-kantong besar yang disebut dengan haustra. Dibagian bawah terdapat katup ileosekal yaitu katup antara usus halus dan usus besar. Katup ini tertutup dan akan terbuka untuk merespon gelombang peristaltik sehingga memungkinkan kimus mengalir 15 ml masuk dan total aliran sebanyak 500 ml/hari.
Description: http://reader14.docslide.net/store14/html5/402015/55cf8cd85503462b13901aa1/bg8.png
Gambar 2.1 Anatomi Kolon dan Rektum
Bagian-bagian usus besar terdiri dari :
a.    Sekum adalah kantong tertutup yang menggantung di bawah area katup ileosekal apendiks. Sekum terletak di daerah iliaka kanan dan menempel pada otot iliopsoas. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum merupakan bagian yang berdilatasi, yang ujung bawahnya buntu, tetapi bagian atasnya menyambung dengan kolon asenden dan tempat perpotongannya merupakan tempat ileum terbuka ke dalam sekum, yakni melalui katup ileosekum. Katup ini merupakan sfingter dan mencegah isi sekum masuk kembali ke dalam ileum. Apendiks vermiform adalah saluran sempit yang ujungnya buntu dan terbuka dari sekum kira-kira 2 cm di bawah katup ileosekum. Biasanya, panjangnya 20 cm dan dapat menempati berbagai posisi dalam abdomen. Lapisan submukosa apendiks berisi sejumlah jaringan limfoid.
b.   Kolon adalah bagian usus besar dari sekum sampai rektum. Kolon memiliki tiga bagian, yaitu:
Description: http://reader14.docslide.net/store14/html5/402015/55cf8cd85503462b13901aa1/bg9.png

Gambar 2.2 Bagian Kolon


1.      Kolon ascenden : usus ascenden muncul setelah sekum dan melintasi ke atas sampai mencapai fleksura hepatik atau kanan kolik lentur, yang merupakan pergantian usus dekat hati. Dengan kata lain, fleksura hepatika adalah tikungan antara kolon asendens dan kolon transversum. Tikungan kolon melintang untuk membentuk fleksura hepatika, yang diikuti oleh usus besar melintang, yang perjalanan melintasi rongga perut.
2.      Kolon transversum: usus Yang melintang dimulai dari fleksura hepatik kanan merupakan yang terpanjang dan bagian yang dapat bergerak dari usus besar. Hal ini sedikit melengkung ke bawah dengan kenaikan tajam ke atas mendekati akhir, di mana membungkuk ke bawah untuk membentuk fleksura kolik kiri atau lentur lienalis, yang terletak di dekat limpa. Ini merupakan fleksura kolik kiri dimana usus descenden dimulai. usus Transversum terhubung ke perut oleh sekelompok jaringan, yang dikenal sebagai omentum yang lebih besar. sisi usus besar melintang Posterior melekat ke dinding posterior abdomen oleh peritoneum (selaput yang melapisi rongga perut) dan keterikatan ini disebut mesokolon transverse. Kolon transversum merentang menyilang abdomen di bawah hati dan lambung sampai ke tepi lateral ginjal kiri, tempatnya memutar ke bawah fleksura splenik.
3.      Kolon desenden: merentang ke bawah pada sisi kiri abdomen. Panjangnya sekitar 25 cm dan berjalan ke bawah pada sisi kiri abdomen ke pintu masuk pelvis minor, dimana ia menjadi kolon sigmoid.
4.      Kolon sigmoid berbentuk S yang bermuara di rektum. Berbentuk lengkung yang panjangnya kira-kira 40 cm berada dalam pelvis minor

c.    Rektum adalah bagian saluran pencernaan selanjutnya dengan panjang 12-13 cm. Struktur rectum serupa dengan yang pada kolon, tetapi dinding berotot lebih tebal dan membrane mukosanya memuat lipatan-lipatan membujur yang disebut kolumna Morgagni. Dimulai pada kolon sigmoid 7 dan berakhir pada saluran anal yang kira-kira 3 cm panjangnya. Saluran ini berakhir ke dalam anus. Di dalam saluran anus iniserabut otot sirkular menebal membentuk otot sfingter anus interna. Sel-sel yang melapisi saluran anus berubah sifatnya; epithelium bergaris menggantikan sel-sel silinder. Sfingter eksterna menjaga saluran anus dan orifisium supaya tertutup.

2.2 Fisiologi Usus Besar (kolon)
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir isi usus. Fungsi usus besar adalah menyimpan dan eliminasi sisa makanan, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit dengan cara menyerap air, dan mendegradasi bakteri. Namun, fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorpsi air dan elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah dehidrasi sampai defekasi berlangsung. Kolon mengabsorpsi air, natrium, khlorida, dan asam lemak rantai pendek serta mengeluarkan kalium dan bikarbonat. Hal tersebut membantu menjaga keseimbangan air dan elektrolit serta mencegah dehidrasi. Gerakan retrograd dari kolon memperlambat transit materi dari kolon kanan dan meningkatkan absorpsi. Kontraksi segmental merupakan pola yang paling umum, mengisolasi segmen pendek dari kolon, kontraksi ini menurun oleh antikolinergik, meningkat oleh makanan, kolinergik. Sepertiga berat feses kering adalah bakteri; 10¹¹-10¹²/gram dimana bakteri Anaerob lebih banyak dari bakteri aerob. Bacteroides paling umum, Escherichia coli berikutnya. Gas kolon berasal dari udara yang ditelan, difusi dari darah, dan produksi intralumen. Bakteri membentuk hidrogen dan metan dari protein dan karbohidrat yang tidak tercerna. Fungsi kolon dapat diringkas sebagai berikut:
1.      Absorbsi air, garam, dan glukosa
2.      Sekresi musin oleh kelenjar di dalam lapisan dalam.
3.      Penyiapan selulosa yang berupa hidrat karbon di dalam tumbuh-tumbuhan, buah-buahan dan sayuran hijau, dan penyiapan sisa protein yang belum dicernakan oleh kerja bakteri guna eksresi.
4.      Defekasi. Rectum biasanya kosong sampai menjelang defekasi. Seorang yang mempunyai kebiasaan teratur akan merasa kebutuhan membuang air besar pada kira-kira waktu yang sama setiap hari. Hal ini disebabkan refleks gastro-kolika, yang biasanya bekerja sesudah makna pagi (sarapan).
Setelah makanan ini mencapai lambung dan setelah pencernaan dimulai maka peristaltik didalam usus terangsang, merambat ke kolon, dan sisa makanan dari hari kemarinnya, yang waktu malam mencapai sekum, mulai bergerak. Isi kolon pelvis masuk ke dalam rectum; serentak peristaltic keras terjadi di dalam kolon dan terjadi perasaan di daerah perineum (kerampang). Tekanan intra-abdominal bertambah dengan penutupan glottis dn kontraksi diafragma dan otot abdominal; sfingter anus mengendor, dan kerjannya berakhir.



Description: http://reader14.docslide.net/store14/html5/402015/55cf8cd85503462b13901aa1/bgc.png
Gambar 2.3 Fisiologi Kolon
Setengah bagian proksimal kolon berhubungan dengan absorbsi dan setengah distal kolon berhubungan dengan penyimpanan oleh karena itu gerakan kolon sangat lambat. Tapi gerakannya masih seperti usus halus yang dibagi menjadi gerakan mencampur dan mendorong. Tahapan-tahapan yang terjadi pada kolon sebagai berikut.
a. Gerakan Mencampur “Haustrasi”
Gerakan segmentasi dengan konstriksi sirkular yang besar pada kolon, 2.5cm otot sirkular akan berkontraksi, kadang menyempitkan lumen hingga hampir tersumbat. Saat yang sama, otot longitudinal kolon (taenia koli) akan berkontraksi. Kontraksi gabungan tadi menyebabkan bagian usus yang tidak terangsang menonjol keluar (haustrasi). Setiap haustrasi mencapai intensitas puncak dalam waktu 30 detik, kemudian menghilang 60 detik berikutnya, kadang juga lambat terutama sekum dan kolon asendens sehingga sedikit isi hasil dari dorongan ke depan. Oleh karena itu bahan feses dalam usus besar secara lambat diaduk dan dicampur sehingga bahan feses secara bertahap bersentuhan dengan permukaan mukosa usus besar, dan cairan serta zat terlarut secara progresif diabsorbsi hingga terdapat 80-200 ml feses yang dikeluarkan tiap hari.
b. Gerakan Mendorong “Pergerakan Massa”
Banyak dorongan dalam sekum dan kolon asendens dari kontraksi haustra yang lambat tapi persisten, kimus saat itu sudah dalam keadaan lumpur setengah padat. Dari sekum sampai sigmoid, pergerakan massa mengambil alih peran pendorongan untuk beberapa menit menjadi satu waktu, kebanyakan 1-3 x/hari gerakan. Selain itu, kolon mempunyai kripta lieberkuhn tapi tidak ber-vili. menghasilkan mucus (sel epitelnya jarang mengandung enzim). Mucus mengandung ion bikarbonat yang diatur oleh rangsangan taktil , langsung dari sel epitel dan oleh refleks saraf setempat terhadap sel mucus Krista lieberkuhn. Rangsangan n. pelvikus dari medulla spinalis yang membawa persarafan parasimpatis ke separuh sampai dua pertiga bagian distal kolon. Mucus juga berperan dalam melindungi dinding kolon terhadapekskoriasi, tapi selain itu menyediakan media yang lengket untuk saling melekatkan bahan feses. Lebih lanjut, mucus melindungi dinding usus dari aktivitas bakteri yang berlangsung dalam feses, ion bikarbonat yang disekresi ditukar dengan ion klorida sehingga menyediakan ion bikarbonat alkalis yang menetralkan asam dalam feses. Mengenai ekskresi cairan, sedikit cairan yang dikeluarkan melalui feses (100 ml/hari). Jumlah ini dapat meningkat sampai beberapa liter sehari pada pasien diare berat. (GUYTON, Arthur C. 1990. Fisiologi Manusia Edisi 3. Jakarta: EGC.)
d.      Absorpsi dalam Usus Besar
Sekitar 1500 ml kimus secara normal melewati katup ileosekal, sebagian besar air dan elektrolit di dalam kimus diabsorbsi di dalam kolon dan sekitar 100 ml diekskresikan bersama feses. Sebagian besar absorpsi di pertengahan kolon proksimal (kolon pengabsorpsi), sedang bagian distal sebagai tempat penyimpanan feses sampai akhirnya dikeluarkan pada waktu yang tepat (kolon penyimpanan)
1)      Absorbsi dan Sekresi Elektrolit dan Air.
Mukosa usus besar mirip seperti usus halus, mempunyai kemampuan absorpsi aktif natrium yang tinggi dan klorida juga ikut terabsorpsi. Ditambah taut epitel di usus besar lebih erat dibanding usus halus sehingga mencegah difusi kembali ion tersebut, apalagi ketika aldosteron teraktivasi. Absorbsi ion natrium dan ion klorida menciptakan gradien osmotic di sepanjang mukosa usus besar yang kemudian menyebabkan absorbsi air. Dalam waktu bersamaan usus besar juga menyekresikan ion bikarbonat (seperti penjelasan diatas) membantu menetralisir produk akhir asam dari kerja bakteri didalam usus besar . (GUYTON, Arthur C. 1990. Fisiologi Manusia Edisi 3. Jakarta: EGC.)
2)      Kemampuan Absorpsi Maksimal Usus Besar
Usus besar dapat mengabsorbsi maksimal 5-8 L cairan dan elektrolit tiap hari sehingga bila jumlah cairan masuk ke katup ileosekal melebihi atau melalui sekresi usus besar melebihi jumlah ini akan terjadi diare. Mucus juga berperan dalam melindungi dinding kolon terhadap ekskoriasi, tapi selain itu menyediakan media yang lengket untuk saling melekatkan bahan feses. Lebih lanjut, mucus melindungi dinding usus dari aktivitas bakteri yang berlangsung dalam feses, ion bikarbonat yang disekresi ditukar dengan ion klorida sehingga menyediakan ion bikarbonat alkalis yang menetralkan asam dalam feses. Mengenai ekskresi cairan, sedikit cairan yang dikeluarkan melalui feses (100 ml/hari). Jumlah ini dapat meningkat sampai beberapa liter sehari pada pasien diare berat. (GUYTON, Arthur C. 1990. Fisiologi Manusia Edisi 3. Jakarta: EGC.)
3)      Kerja Bakteri dalam kolon.
Banyak bakteri, khususnya basil kolon, bahkan terdapat secara normal pada kolon pengabsorpsi. Bakteri ini mampu mencerna selulosa (berguna sebagai tambahan nutrisi), vitamin (K, B₁₂, tiamin, riboflavin, dan bermacam gas yang menyebabkan flatus di dalam kolon, khususnya CO, H, CH). (GUYTON, Arthur C. 1990. Fisiologi Manusia Edisi 3. Jakarta: EGC.)
4)      Komposisi feses.
Normalnya terdiri dari 3⁄ air dan 1⁄ padatan (30% bakteri, 10-20% lemak, 10-20% anorganik, 2-3% protein, 30% serat makan yang tak tercerna dan unsur kering dari pencernaan (pigmen empedu, sel epitel terlepas). Warna coklat dari feses disebabkan oleh sterkobilin dan urobilin yang berasal dari bilirubin yang merupakan hasil kerja bakteri. Apabila empedu tidak dapat masuk usus, warna tinja menjadi putih (tinja akolik). Asam organic yang terbantuk dari karbohidrat oleh bakteri merupakan penyebab tinja menjadi asam (pH 5.0-7.0). Bau feses disebabkan produk kerja bakteri (indol, merkaptan, skatol, hydrogen sulfide). Komposisi tinja relatif tidak terpengaruh oleh variasi dalam makanan karena sebagian besar fraksi massa feses bukan berasal dari makanan. Hal ini merupakan penyebab mengapa selama kelaparan jangka panjang tetap dikeluarkan feses dalam jumlah bermakna. (GUYTON, Arthur C. 1990. Fisiologi Manusia Edisi 3. Jakarta: EGC.)


e. Defekasi
Sebagian besar waktu, rectum tidak berisi feses, hal ini karena adanya sfingter yang lemah 20 cm dari anus pada perbatasan antara kolon sigmoid dan rectum serta sudut tajam yang menambah resistensi pengisian rectum. Bila terjadi pergerakan massa ke rectum, kontraksi rectum dan relaksasi sfingter anus akan timbul keinginan defekasi. Pendorongan massa yang terus menerus akan dicegah oleh konstriksi tonik dari
1)      sfingter ani interni;
2)      sfingter ani eksternus.
Refleks Defekasi yaitu keinginan berdefekasi muncul pertama kali saat tekanan rectum mencapai 18 mmHg dan apabila mencapai 55 mmHg, maka sfingter ani internus dan eksternus melemas danisi feses terdorong keluar. Satu dari refleks defekasi adalah refleks intrinsic (diperantarai sistem saraf enteric dalam dinding rectum. Ketika feses masuk rectum, distensi dinding rectum menimbulkan sinyal aferen menyebar melalui pleksus mienterikus untuk menimbulkan gelombang peristaltic dalam kolon descendens, sigmoid, rectum, mendorong feses ke arah anus. Ketika gelombang peristaltic mendekati anus, sfingter ani interni direlaksasi oleh sinyal penghambat dari pleksus mienterikus dan sfingter ani eksterni dalam keadaan sadar berelaksasi secara volunter sehingga terjadi defekasi. Jadi sfingter melemas sewaktu rectum teregang. Sebelum tekanan yang melemaskan sfingter ani eksternus tercapai, defekasi volunter dapat dicapai dengan secara volunter melemaskan sfingter eksternus dan mengontraksikan otot-otot abdomen (mengejan). Dengan demikian defekasi merupakan suatu reflex spinal yang dengan sadar dapat dihambat dengan menjaga agar sfingter eksternus tetap berkontraksi atau melemaskan sfingter dan megontraksikan otot abdomen. Sebenarnya stimulus dari pleksus mienterikus masih lemah sebagai relfeks defekasi, sehingga diperlukan refleks lain, yaitu refleks defekasi parasimpatis (segmen sacral medulla spinalis).
Bila ujung saraf dalam rectum terangsang, sinyal akan dihantarkan ke medulla spinalis, kemudian secara refleks kembali ke kolon descendens, sigmoid, rectum, dan anus melalui serabut parasimpatis n. pelvikus. Sinyal parasimpatis ini sangat memperkuat gelombang peristaltic dan merelaksasi sfingter ani internus. Sehingga mengubah refleks defekasi intrinsic menjadi proses defekasi yang kuat. Sinyal defekasi masuk ke medula spinalis menimbulkan efek lain, seperti mengambil napas dalam, penutupan glottis, kontraksi otot dinding abdomen mendorong isi feses dari kolon turun ke bawah dan saat bersamaan dasar pelvis mengalami relaksasi dan menarik keluar cincin anus mengeluarkan feses.

2.3 Kelainan pada kolon
Dilihat dari bentuknya usus besar terdiri dari tiga bagian yaitu bagian usus menaik, bagian usus mendatar, dan bagian usus menurun. Adanya gangguan-gangguan tertentu menyebabkan usus besar mengalami kelainan dan berubah dari bentuk normalnya. Beberaoa kelainan yang sering terjadi pada usus adalah sebagai berikut:
a.       Prolapsus (usus menggangung)
Terjadi penggantungan organ atau jaringan ke arah bawah; dalam usus dua belas jari. Kondisi ini dapat menurunkan tekanan organ. Merusak sirkulasi dan fungsi usus.
b.      Prolapsus on lower with organ pressure. Usus menggantung dengan disertai tekanan pada organ dibawahnya.
c.       Spasm. Penyempitan pada bagian tertentu di usus. Gejala yang biasa muncul antara lain: terjadi kram (kejang otot) dan pengetatan otot.
d.      Balooned Sigmoid. Pembesaran usus besar akibat penimbunan gas atau bahan feses.
e.       Stricture. Pengecilan bagian-bagian tertentu pada usus.
f.       Diverticulata. Munculnya kantong-kantong kecil pada bagian tertentu di usus besar. Kantong-kantong tersebut disebabkan oleh protusi selaput lendir (mucus membrane) lewat kerusakan pada lapisan otot usus besar. Divertikula adalah titik-titik lemah pada dinding kolon dan kadang-kadang dapat pecah dan memungkinkan terjadi infeksi disekitarnya (kondisi ini disebut diverticulities). Namun untunglah, kebanyakan pengidap divertikulata tidak mengalami divertikulitis. Umumnya terasa nyeri pada perut bagian bawah, obstipasi dan diare oleh gangguan motilities sigmoid.
g.      Colitis. Penggembungan pada sebagian usus besar sementara bagian yang lain terjadi penyempitan. Colitis merupakan radang akut yang amat perih pada usus besar yang timbul pada konstipasi lanjuran dan diare. Kondisi seperti ini sering disebabkan akibat tekanan emosi dan kecemasan. Kelainan uni umumnya ditemukan pada orang muda (usia 15-30 tahun) dan usia lanjut (60-80 tahun). Wanita memiliki peluang lebih besar mengalami kelainan ini dibandingkan pria. Gejala utama yang biasa muncul pada penderita penakit ini antara lain: pendarahan dari rektum dan diare bercampur darah, nanah dan lendir. Biasanya disertai tenesmi dan kadang inkntinensia alvus (perut dengan isinya). Biasanya penderita mengalami demam, mual, muntah dan berat badan menurun.
h.      Sembelit
Sembelit adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami kesulitan melakukan buang air besar (BAB) yang disebabkan oleh adanya penumpukan atau penyumbatan usus oleh sisa-sisa makanan atau feses. Lebih dari 90% masalah kesehatan manusia berasal dari kolon yang tersumbat.
Sembelit dapat terjadi karena beberapa hal antara lain :
1.      Makanan yang kurang serat/fiber melambatkan pembuangan feses dan menyebabkan toksin-toksin menempel pada kantong usus.
2.      Perekatan (adhesions) dapat menjadi penyebab sembelit karena membran mukus yang melekat pada dinding usus.
3.      Regangan kolon akibat kelebihan kandungan makanan.
4.      Ketidakseimbangan katup yang menyebabkan isi dalam kolon kembali ke dalam usus kecil.
5.      Kurang olah raga, terutama olahraga pada bagian perut.
6.      Keadaan postur yang lemah ditambah dengan pengerutan spontan dan reflek pada otot-otot tertentu, juga dapat mengakibatkan proses pembuangan feses tidak normal.
Tanda-tanda atau gejala adanya sembelit adalah :
1.      Pembesaran abdomen (perut) dengan adanya rasa belum puas buang air besar.
2.      Sakit kepala.
3.      Tekanan kejiwaan, rasa was-was dan sensitive terhadap gangguan.
4.      Letih dan haus
5.      Pencernaan tidak baik dan banyak gas
6.      Sulit tidur dan sering bangun di waktu malam
7.      Berlebihan berat badan, mal nutrisi, dan ketidak seimbangan kelenjar.
8.      Sakit organ belakang bawahan (lower back pain) yaitu bila kolon menekan saraf sciatica.
9.      Adanya masalah pada kulit, rambut dan kuku.
Apabila sembelit dibiarkan terlalu lama dapat mengakibatkan terjadinya penyakit lain seperti:
1.      Wasir
2.      Intoksikasi
3.      Penyakit autoimun yang terbentuk akibat sistem imun yang bekerja keras mengalami kekeliruan sehingga menyerang organ-organ sistem tubuh yang lainnya seperti lupus dan kanker.
4.      Infeksi/peradangan
5.      Tumor/kanker 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

© Kesehatan itu penting | Blogger Template by Enny Law