Jumat, 09 Desember 2016

Manajemen Patient Safety " Infeksi Nasokomial"



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang diperoleh seseorang di Rumah Sakit (RS) dan belum dijumpai pada saat seseorang masuk RS atau tidak dalam masa inkubasi dari penyakit tersebut.

Infeksi nosokomial banyak terjadi diseluruh dunia dengan kejadian terbanyak di negara miskin dan negara yang sedang berkembang karena penyakit-penyakit infeksi masih menjadi penyebab utamanya. Suatu penelitaian yang dilakukan oleh WHO tahun 2006 menunjukkan bahwa bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara di Eropa, Timur Tengah, dan Asia Tenggara dan Pasifik terdapar infeksi nosokomial, khususnya di Asia Tenggara sebanyak 10%.

Di Indonesia yaitu di 10 RSU, infeksi nosokomial cukup tinggi yaitu 6-16% dengan rata-rata 9,8% pada tahun 2010. Infeksi nosokomial paling umum terjadi  adalah infeksi luka operasi (ILO). Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa angka kejadian ILO pada rumah sakit di Indonesia bervariasi  antara 2-18% dari keseluruhan prosedur pembedahan.

Melalui makalah ini kelompok tertarik untuk membahas tentang asuhan keperawatan dalam penangan kasus infeksi nosokomial yang menjadi masalah utama di Indonesia.

Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan dan terlibat kontak langsung dengan pasien sangat berkaitan dengan terjadinya infeksi nosokomial di rumah sakit dan perawat bertanggung jawab menyediakan lingkungan yang aman bagi pasien terutama dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi.
Peran perawat dalam pengendalian infeksi nosokomial adalah bertanggung jawab atas lingkungan yang mendukung keamanan pasien dan sterilitas ruangan. Maka dari itu, dapat dijelaskan bahwa peran-peran perawat dalam mencapai kebebasan pasien dari infeksi antara lain menjaga kebersihan rumah sakit yang berpedoman terhadap kebijakan rumah sakit dan praktik keperawatan, pemantauan teknik aseptik termasuk cuci tangan sebelum dan sesudah memberikan tindakan pada pasien, penggunaan isolasi, melapor kepada dokter jikalau terdapat masalah-masalah yang dihadapi terutama jika ditemui adanya gejala infeksi pada saat pemberian layanan kesehatan, melakukan isolasi jika pasien menunjukkan tanda-tanda dari penyakit menular, ketika layanan kesehatan tidak tersedia, membatasi paparan pasien terhadap infeksi yang berasal dari pengunjung, staf rumah sakit, pasien lain, atau sterilisasi peralatan yang digunakan untuk diagnosis atau asuhan keperawatan, mempertahankan suplai peralatan, obat-obatan dan perlengkapan perawatan yang aman dan memadai di ruangan (Brooker,2008). 
Dan diharapkan perawat bisa ikut menekan angka kejadian infeksi nosokomial sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup bahasa indonesia agar lebih produktif dalam kegiatan sosial dan ekonomi produktif.
1.      Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Tujuan Umum
Untuk memenuhi salah satu syarat dalam tugas  mata kuliah Manajemen Pasien Safety
2.      Tujuan Khusus
a.   Mampu mengetahui Definisi Nosokomial
b.   Mampu mengetahui Perkembangan Penanganan Infesi Nosokomial
c.   Mampu mengetahui Cara Pengelolaan Infeksi Nosokomial
d.  Mampu mengetahui Penyebaran Penyakit Infeksi
e.   Mampu mengetahui Sifat-Sifat Penyakit Infeksi
f.    Mampu mengetahui Upaya Pencegahan Penularan Penyakit Infeksi
g.   Mampu mengetahui Batasan Infeksi Nosokomial
h.   Mampu mengetahui Rantai Penularan Nosokomial
i.     Mampu mengetahuai Proses Terjadinya Infeksi Nosokomial
j.     Mampu mengetahui Penderita Dalam Proses Keperawatan
k.   Mampu mengetahui Faktor Mikroba Fatogen
l.     Mampu mengetahui Proses Terjadinya Infeksi
m.  Mampu mengetahui Mikroba Patogen dan Rumah Sakit
n.    Mampu mengetahui Penatalaksanaan Asuhan Keperawatan
o.    Mampu Mengetahui Tugas dan Tanggungjawab Perawat
3.      Ruang Lingkup
Sesuai dengan materi yang ditentukan, maka dalam hal ini kami membatasi ruang lingkup bahasanya hanya pada materi Infeksi Nosokomial

4.      Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini penulisan menggunakan sistem kepustakaan yaitu dengan membaca, mempelajari, memahami buku, dan sumber lain untuk mendapatkan hasil tentang Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Aterosklerosis.


















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Infeksi Nosokomial
Infeksi adalah proses dimana seseorang rentan (susceptible) terkena invasi agen patogen atau infeksius yang tumbuh, berkembang biak dan menyebabkan sakit. Yang dimaksud agen bisa berupa bakteri, virus, ricketsia, jamur, dan parasit. Penyakit menular atau infeksius adalah penyakit tertentu yang dapat berpindah dari satu orang ke orang lain baik secara langsung maupun tidak langsung.
Nosokomial berasal dari bahasa Yunani, dari kata nosos yang artinya penyakit dan komeo yang artinya merawat. Nosokomion berarti tempat untuk merawat/rumah sakit. Jadi, infeksi nososkomial dapat diartikan sebagai infeksi yang terjadi di rumah sakit. Infeksi Nosokomial adalah infeksi silang yang terjadi pada perawat atau pasien saat dilakukan perawatan di rumah sakit.
Penderita yang sedang dalam proses asuhan perawatan di rumah sakit, baik dengan penyakit dasar tunggal maupun penderita dengan penyakit dasar lebih dari satu, secara umum keadaan umumnya tidak/kurang baik, sehingga daya tahan tubuh menurun. Hal ini akan mempermudah terjadinya infeksi silang karena kuman-kuman, virus dan sebagainya akan masuk ke dalam tubuh penderita yang sedang dalam proses asuhan keperawatan dengan mudah. Infeksi yang terjadi pada setiap penderita yang sedang dalam proses asuhan keperawatan ini disebut infeksi nosokomial.

B.     Perkembangan  Penanganan Infeksi Nosokomial
Infeksi nosokomial saat ini merupakan salah satu pemyebab meningkatnya angka kematian (morbidity) dan angka kematian (mortality) di Rumah Sakit, sehingga dapat menjadi masalah kesehatan baru, baik di negara berkembang maupun  di negara maju.
Infeksi nosokomial dikenal pertama kali pada tahun 1847 oleh Semmelweis dan hingga saat ini tetap menjadi masalah yang cukup menyita perhatian. Sejak tahun 1950 infeksi nosokomialmulai diteliti dengan sungguh-sungguh di berbagai negara, terutama di Amerika Serikat dan Eropa. Insiden infeksi nosokomial berlainan antara satu Rumah Sakit dengan Rumah Sakit lainnya. Angka infeksi nosokomial yang tercatat di beberapa negara berkisar antara 3,3%-9,2%, artinya sekian persen penderita yang dirawat tertular infeksi nosokomial dan dapat terjadi secata akut dan secara kronis.
Saat ini, angka kejadian infeksi nosokomial telah dijadika salah satu tolak ukur mutu pelayanan Rumah Sakit. Izin oprasional sebuah Rumah Sakit bisa dicabut karena tingginya angka kejadian infeksi nosokomial. Bahkan pihak asuransi tidak mau membayar biaya yang ditimbulkan akibat nosokomial sehingga pihak penderita sangat dirugikan.

C.    Pengelolaan Infeksi Nosokomial
Seperti dketahui, penderita yang terindikasi harus menjalani proses asuhan keperawatan, yaitu penderita harus melayani observasi, tindakan medis akut, atau pengobatan yang berkesinambungan. Daya tahan tubuh yang lemah sangat rentan terhadap penyakit infeksi. Masuknya mikroba atau transmisi mikroba ke penderita, tentunya berasal dari sekitar penderita, di mana penderita menjalani proses asuhan keperawatan seperti :
1.      Penderita lain, yang juga sedang dalam proses perawatan
2.      Petugas pelaksana (dokter, perawat, dan seterusnya)
3.      Pera  latan medis yang digunakan
4.      Tempat (ruangan/bangsa/kamar) dimana penderita dirawat
5.      Tempat/ kamar dimana penderita menjalani tindakan medis akut seperti kamar operasi dan kamar bersalin
6.      Makanan dan minuman yang disajikan
7.      Lingkungan rumah sakit secara umum
Semua unsur di atas, besar atau kecil dapat memberi konstribusi terjadinya infeksi nosokomial. Pencegahan melalui pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit saat ini mutlak harus dilaksanakan oleh seluruh jajaran manjemen rumah sakit. Dimulai dari direktur, wakil direktur pelayanan medis, wakil direktur umum, kepala UPF, para dokter, bidan/perawat dll.
Objek pengendaalian infeksi nosokomial adalah mikroba patogen yang dapat berasal dari unsur-unsur diatas. Untuk dapat mengendalikannya diperlukan adanya mekanisme kerja atau sistem yang bersifat lintas sektoral/ bagian dan diperlukan adanya sebuah wadah atau organisasi diluar struktur organisasi rumah sakit yang telah ada. Dengan demikian diharapkan adanya kemudahan berkomunikasi dan berkonsiltasi langsung dengan petugas pelaksana disetiap baguan/ruang/bangsal yang terindikasi adanya infeksi nosokomial. Wadah atau organisasi ini adalah panitia medik pengendalian infeksi.
Adanya sebuah organisasi dengan tugas/pekerjaan sebagai pengendalian mikroba patogeb, adanya sejumlah personel disertai pembagian tugas, serta adanya sistem kerja yang baku, maka tugas panitia medik pengendalian infeksi adalah mengelola (manging) unsur-unsur penyebab timbulnya infeksi nosokomial.
Pencegahaan artinya jangan sampai timbul, sedangkan pengendalian artinya meminilisasi timbulnya resiko infeksi. Dengan demikian tugas utama panitia medik pengendalian infeksi adalah mencegah dan pengendalikan infeksi dengan cara menghambat pertumbuhan dan transimi mikroba yang berasal dari “ sumber” disekitar penderita yang sedang rawat.
D.    Penyebaran Penyakit Infeksi
Penyakit adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen dan berisifat sangat dinamis. Mikroba sebagai makhluk hidup tentunya ingin bertahan hidup dengan cara berkembang biak pada suatu resorvoir yang cocok dan mampu mencari resorvoir baru dengan cara berpindah atau menyebar. Penyebaran mikroba patogen ini tentunya sangat merugikan bagi orang-orang yang dalam kondisi sehat, dan lebih-lebih bagi orang-orang yang sedang dalam proses asuhan keperawatan dirumah sakit akan memperoleh “tambahan beban penderitaan” dari penyebaran mikroba patogen ini. Seperti telah diruraikan dalam bab 1, penderita yang sedang dalam proses asuhan keperawatan akan mudah tertular oleh mikroba patogen yang menyebar. Proses penyebaran infeksi ini disebut infeksi  nosokomial.
Sebagai reservoir mikroba patogen dilungkingan rumah sakit dapat disebutkan anatara lain : orang atau manusia (penderita lain, petugas, pengunjung) hewan atau atropoda, sisa makanan atau makanan basi, atau benda-benda mati lainnya (kotoran, sampah) mikroba patogen yang hidup berkembang biak pada satu reservoir akan mencari reservoir baru, begitu seterusnya. Penyebaran mikroba patogen ketubuh manusia melalui melalui mekanisme tertentu, yaitu mekanisme penularan (mode of transmision).
Dalam garis besarnya, mekanisme transimi mikroba patogen ke pejamu yang rentan (susceptable host) melalui dua cara.
1.      Transmisi langsung (direct transmission)
Penularan langsung oleh mikroba patogen ke pintu masuk yang sesuai pejamu. Sebagai contoh adalah adanya sentuhan, gigitan, ciuman adanya droplet nuclei saat bersin, batuk, berbicara, atau saat transfusi darah dengan yang terkontaminasi mikroba patogen.
2.      Tranmisi tidak langsung (indirect transmission).
Penularan mikroba patogen tang memerlukan adanya “media perantara”, baik berupa barang/ bahan air, udara, makanan/minuman, maupun vektor.
a.       Vehicle-borne
Sebagai media perantara penularan adalah barang/ bahan yang terkontaminasi seperti peralatan makan dan minum, instrumen bedah/kebidanan, peralatan laboraturium, peralatan infus/tranfusi.
b.      Vector-borne
Sebagai media perantara penularan adalah vektor (serangga), yang meindahkan mikroba patogen ke pejamu dengan cara sebagai berikut.
1.      Cara mekanis
Pada kaki serangga melekat kotoran/sputum (mikroba patogen), lalu hinggap pada makanan/minuman, dimana selanjutnya akan ke saluran cerna pejamu.
2.      Cara biologis
Sebelum masuk ke tubuh pejamu, mikroba mengalami siklus perkembangan dalam tubuh vektor/serangga, selanjutnya mikroba dipindahkan ke tubuh pejamu melalui gigitan.
c.       Food-borne
Makanan dan minuman adalah media perantara yang cukup efektif untuk menyebarnya  mikroba patogen ke pejamu, yaitu melalui pintu masuk (port d’entree) saluran cerna.
d.      Water-borne
Tersedianya air bersih baik secara kuantitatif maupun kualitatif terutama untuk kebuituhan rumah sakit adalah mutlak. Kualitas ait yang meliputi aspek fisik, kimiawi, dan bakteriologis, diharapkan terbebas dari mikroba patogen sehingga aman untuk dikonsumsi. Jika tidak sebagai media perantara air sangat mudah menyebarkan mikroba patogen ke pejamu, melalui pintu masuk (port d’entree) saluran cerna maupun pintu masuk yang lain.
e.       Air-borne
Udara sangat mutlak diperlukan oleh setiap orang, namun adanya udara yang terkontaminasi oleh mikroba patogen sangat sulit  untuk dideteksi. Mikroba patogen dalam udara masuk kesaluran napas pejamu dalam bentuk droplet nuclei yang dikeluarkan oleh penderita (reservoir) saat batuk atau bersin, bicara atau bernafas melalui mulut atau hidung. Sedangkan dust merupakan pertikel yang dapat terbang bersama debu lantai/tanah. Penularan melalui udara ini umunya mudah terjadi di dalam ruangan yang tertutup seperti di dalam gedung, ruangan/bangsal/kamar perawatan, atau pada laboraturium klinik.
Mekanisme transmisi mikroba patogen atau penularan penyakit infeksi sangat jelas tergambar dalam uraian di atas, dari reservoir ke pejamu yang peka atau rentan. Dalam riwayat perjalan penyakit, pejamu yang peka (suspectable host) akan berinteraksi dengan mikroba patogen, yang secara alamiah akan melewati 4 tahap.
1.      Tahap rentan
Pada tahap ini pejamu masih dalam kondisi relatif sehat, namun peka atau labil, disertai faktor predisposisi  yang mempermudah terkena penyakit seperti umur, keadaan fisik, perilaku/ kebiasaan hidup, sosial ekonomi, dan lain-lain. Faktor-faktor predisposisi tersebut mempercepat masuknya agen penyebab penyakit (mikroba patogen) untuk berinteraksi dengan pejamu.
2.      Tahap inkubasi
Setelah masuk ke tubuh pejamu, mikroba patogen mulai beraksi, namun tanda dan gejala penyakit belum tampak (subklinis). Saat mulai masuknya mikroba patogen ke tubuh pejamu hingga saat munculnya tanda dan gejala penyakit disebut masa inkubasi. Masa inkubasi satu penyakit berbeda dengan penyakit lainnya; ada yang hanya beberapa jam, dan ada pula yang bertahun-tahun. Perhatikan tabel masa inkubasi beberapa penyakit dibawah ini.
Tabel masa inkubasi beberapa penyakit


No
Penyakit
Masa inkubasi
1.       
Botulisme
12-36 jam

Kolera
3-6 hari

Konjungtivitis
1-3 hari

Difteri
2-5 hari

Disentri Amoeba
2-4 minggu

Disentri basiler
1-7 hari

Demam berdarah dengue
4-5 hari

Gonorhea
2-5 hari

Hepatitis infektiosa
2-6 minggu

Herpes zoster
1-2 minggu

Influenza
1-3 hari

Keracunan makanan tersangka salmonella
6-12 jam

Limfogranulloma Venereum
2-5 minggu

Morbilli/campak
10-14 hari

Morbushasen/lepra
3-5 tahun

Parotitis epidemika
12-25 hari

Poliomealitis
7-12 hari

Pertusis/batuk rejan
7-20 hari

Sifilis
10-90 hari

Tetanus
±7 hari

Tuberkulosis
4-12 minggu

Tifus abdominalis
1-2 minggu

Varicella
2-3 minggu

Variolla
7-15 hari

2.      Tahap klinis
Merupakan tahap terganggunya fungsi organ yang dapat yang memunculkan tanda dan gejala (signs and syimptoms) penyakit. Dalam perkembangannya, penyakit akan berjalan secara bertahap. Pada tahap awal tanda dan gejala penyakit. Penderita masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari dan masih dapat diatasi dengan berobat jalan. Pada tahap lanjut, penyakit tidak dapat diatasi dengan berobat jalan, karena penyakit bertambah parah, baik secara obyektif maupun subyektif. Pada tahap ini penderita sudah tidak mampu lagi melakukan aktivitas sehari-hari dan jika berobat, umumnya harus memerlukan perawatan.
3.      Tahap akhir penyakit
Perjalanan penyakit pada suatu saat akan berakhir pula. Perjalannya penyakit tersebut dapat berakhir dengan 5 alternatif.
a.       Sembuh sempurna
Penderita sembuh secara sempurna, artinya bentuk dan fungsi sel/jaringan/organ tubuh kembali seperti sediakala.
b.      Sembuh dengan  cacat
Penderita sembuh dari penyakit namun disertai dengan adanya kecacatan. Cacat dapat berbentuk dengan cacat fisik, cacat mental, maupun cacat sosial.
c.       Pembawa (carrier)
Perjalanan penyakit seolah-olah berhenti, ditandai dengan menghilangnya tanda dan gejala penyakit. Pada kondisi ini agen penyebab penyakit masih ada, dan masih potensial sebagai sumber penularan.
d.      Kronis
Perjalanan penyakit bergerak penyakit bergerak lambat, dengan tanda dan gejala yang tetap atau tidak berubah (stegnan)
e.       Meninggal Dunia
Akhir perjalanan penyakit dengan adanya kegagalan fungsi-fungsi organ.

E.     Sifat-sifat Penyakit Infeksi
Sebagai agen penyebab penyakit (biotis), mikroba patogen memiliki sifat-sifat khusus yang sangat berbeda dengan agen penyebab penyakit lainnya (abiotis). Sebagai makhluk hidup, mikrooba patogen memiliki ciri-ciri kehidupan, yaitu :
a.       Mempertahankan kelangsungan hidupnya dengan cara berkembangbiak
b.      Memerlukan tempat tinggal yang cocok bagi kelangsungan hidupnya (habitat-reservoir)
c.       Bergerak dan berpindah tempat (dinamis).
Ciri-ciri kehidupan mikroba patogen tersebut diatas, merupakan sifat-sifat spesifik mikroba patogen dalam upaya mempertahankan hidupnya. Cara menyerang/invasi kepejamu/manusia melalui tahapan sebagai berikut
1.      Sebelum pindah ke peja mu (calon penderita) mikroba patogen hidup berkembang biak pada reservoir (orang/penderita, hewan, benda-benda lain).
2.      Untuk mencapai penja mu (calon penderita), diperlukan adanya mekanisme penyebaran
3.      Untuk masuk ketububuh pejamu (calon penderita), mikroba patogen memerlukan pintu masuk seperti kulit/mukosa yang terluka, hidung, rongga mulut, dan sebagainya.
4.      Adanya tenggang waktu saat masuknya mikroba patogen melalui port d’entree sampai timbulnya manifestasi klinis, untuk masing-masing mikroba patogen yang berbeda-beda
5.      Pada prinsipnya pada organ tubuh pejamu dapat terserang oleh mikroba patogen, namun beberapa mikroba patogen secara selektif hanya menyerang organ-organ tubuh tertentu dari peja mu (target organ)
6.      Besarnya kemampuan perusak dan menimbulkan manifestasi klinik dari mikroba patogen terhadap peja mu dapat di nilai dari beberapa faktor berikut.
a)      Infeksivitas
Besarnya kemampuan mikroba patogen melakukan invasi, berkembang biak dan menyesuaikan diri, serta bertempat tinggal pada jaringan tubuh peja mu
b)      Patogenitas
Derajat respons/reaksi peja mu menjdai sakit
c)      Virulensi
Besarnya kemampuan merusak mikroba patogen terhadap jaringan pejamu
d)     Toksigenitas
Besarnya kemampuan mikroba patogen untuk menghasilkan toksin, dimana toksin berpengaruh dalam perjalanan penyakit
e)      Antigenitas
Kemampuan mikroba patogen merangsang timbulnya mekanisme pertahanan tubuh atau antibodi kepada diri pejamu. Kondisi ini akan mempersulit mikroba patogen itu sendiri untuk berkembang biak, karena melemahnya respons pejamu menjadi sakit.
F.     Upaya pencegahan penularan penyakit infeksi
Tindakann atau upaya pencegahan penularan penyakit infeksi adalah tindakan yang paling utama pencegahan ini dapat dilakukan dengan cara memutuskan rantain penularannya. Rantai penularan adalah rentetan proses berpindahnya mikroba patogen dari sumber penularan (reservoir) ke pejamu dengan/tanpa media perantara. Jadi, kunci nuntuk mencegah atau mengendalikan penyakit infeksi adalah mengeliminasi mikroba patogen yang sumber pada reservoir serta mengamati mekanisme transmisinya, khususnya yang menggunakan media perantara.
Sebagai sumber penularan atau resevoir adalah orang (penderita), hewan, serangga (arthropoda) seperti lalat, nyamuk, kecoa, yang sekaligus dapat berfungsi sebagai media perantara. Contoh lain adalah sampah, limbah, ekskreta/sekreta dari penderita, sisa makanan, dll.
Tidak berbeda dengan penyakit infeksi pada umumnya, kasus infeksi nasokomial yang bersumber pada rumah sakit dan lingkungannya, dapat pula dicegah dan dikendalikan dengan memperhatikan tiga sikap pokok berikut.
1.      Kesadaran dan rasa tanggung jawab para petugas (medica provider) bahwa dirinya dapat menjadi sumber penularan atau media perantara dalam setiap prosedur dan tindakan medis (diagnosis dan terapi), sehingga dapat menimbulkan terjaidnya infeksi nasokomial.
2.      Selalu ingat akan metode mengeliminasi mikroba patogen melalui tindakan aseptik, disinfeksi, dan sterilisasi.
3.      Disetiap unit pelayanaan perawatan dan unit tindakan medis, khususnya kamar operasi dan kamar bersalin, harus terjaga mutu sanitasinya.
G.    Batasan  Infeksi Nosokomial
Untuk keseragaman pemahaman, perlu adanya definisi atas batasan infeksi nosokomial. Dalam hal ini menyangkut dua pokok, yaitu:
1.      Penderita yang sedang dalam asuhan keperawatan di Rumah Sakit;
2.      Adanya transmisi mikroba patogen ke penderita yang sedang dalam proses asuhan keperawatan tersebut.
Setiap penyakit memiliki masa inkubasi yang berbeda-beda, sehingga perlu adanya penjabaran lebih rinci mengenai munculnya manifestasi klinis muncul setelah penderita masih dalam asuhan keperawatan atau manifestasi klinis muncul setelah penderita pulang atau keluar dari Rumah Sakit. Adakalanya penularan atau infeksi telah terjadi, namun tanpa adanya manifestasi klinis (asimptomatik), dan adalam hal ini perlu diikuti penilaian laboratorium.
Secara sederhana, batasan infeksi nosokomial adalah:
Suatu infeksi dikatakan didapat dari Rumah Sakit apabila memiliki ciri-ciri:
1.      Pada waktu penderita mulai dirawar di Rumah Sakit tidak didapat tanda-tanda klinis tersebut
2.      Pada wktu penderita mulai dirawat di Rumah Sakit, tidak dalam masa inkubasi dan infeksi tersebut.
3.      Tanda-tanda klinis infeksi tersebut timbul sekurang-kurangnya 3x24 jam sejak mulai perawatan
4.      Infeksi tersebut bukan merupakan sisa (residual) dari infeksi sebelumnya
5.      Bila saat mulai dirawat di Rumah Sakit sudah ada tanda-tanda infeksi, dan terbukti infeksi tersebut didapat penderita ketika dirawat di Rumah Sakit yang sama pada waktu yang lalu, serta belum pernah dilaporkan sebagai infeksi nosokomial.

Dari batasan infeksi nosokomial tersebut di atas, ada catatan khusus yang perlu diketahui:
a.       Penderita yang sedang dalam proses asuhan keperawatan rumah sakit dan kemudian menderita keracunan makanan dengan penyebab bukan produk bekteri, tidak termasuk infeksi nasokomial.
b.      Untuk penderita yang sudah keluar dari rumah sakit dan kemudian timbul karena tanda infeksi, dapat digolongkan sebagai infeksi nasokomial apabila infksi tersebut dapat dibuktikan berasal dari rumah sakit.
c.       Infeksi yang terjadi pada petugas pelayanan medis serta keluarga atau pengujung tidak termasuk infeksi nosokomial.
Mikroba patogen ang menimbulkan infeksi nosokomial akan masuk ke pejamu melalui port dientrree, setelah melewati inkubasi akan timbul reaksi sistem kereasi sistemik pada penderita (selaku pejamu) berupa manifestasi klinis maupun manifestasi laboratori.
Bakteremia merupakan respons sistemik pada penderita terhadap infeksi, dimana mikroba patogen atau toksimnya berada dalam sirkulasi darah, sehingga terjadi aktivasi proses inflamasi, proses inflamasi dapat berlanjut hingga menimbulkan sepsis, dimana kondisi penderita menjadi lebih buruk.
Pada dasarnya, infeksi nasokomial dapat terjadi pada penderita-penderita yang dirawat diruangan atau bangsal manapun, ruangan atau bangsal perawatan anak, perawatan penyakit dalam, perawatan intensif, juga perawatan isolasi, pelu diingat, rumah sakit adalah “gudang” mikroba patogen.
Berbagai faktor luar (extrinsic factors) sebagai sumber penularan dirumah sakit dapat digambarkan sebagai berikut.
Dari Figur 3.1, tanpak bahwa faktor-faktor diluar, (extrinsic factors) yang berpengaruh dalam insidensi infeksi nansokomial adalah sebagai berikut.
1.      Petugas pelayanan medis
Dokter, perawat, bidan, tenaga laboratorium, dan sebagainya
2.      Peralatan dan material medis
Jarum, kateter. Instrumen, respirator, kain atau doek, kasa, dll.
3.      Lingkungan
Berupa lingkungan internal seperti ruangan atau bagsal perawatan, kamar bersalin, dan kamar bedah. Sedangkan lingkungan ekternal adalah halaman rumah sakit dan tempat pembuangan sampah atau pengolahan limbah
4.      Makanan atau minuman
Hidangan yang disajikan setiap saat pada penderita
5.      Penderita lain
Keberadaan penderita lain dalam satu kamar atau ruangan atau bangsal perawat dapat merupakan sumber penularan.
6.      Pengunjung atau keluarga
Keberadaan tamu atau keluarga dapat merupakan sumber penularan

Acaman terjadinya infeksi nosokomial pada penderita dapat terjadi setiap saat. Hal ini dapat merupakan realita yang perlu diwaspadai. Petugas ruangan atau bagsal perawatan perlu mengetahui dan menguasai setandar kerja tentang cara-cara pencegahan infeksi (kewaspadaan standar) serta mengetahui dan mengenal sumber-sumber penularan.




H. Rantai penularan
Pada penyakit infeksi dikenal adanya istilah rantai penularan (chain of transmission), yaitu proses berpindah atau meyebarnya mikroba patogen dari sumber penularan (resevoir) kepejamu (calon penderita) melalui mekanisme penularan.
Kita dapat memutuskan rantai penularan dengan mengenal dan mengetahui sumber penularan serta mekanisme penularan, sehingga penularan tidak terjadi. Cara-cara memutusakan rantai penularan dengan memerhatikan tiga unsur dari rantai penularan itu sendiri.
a.       Sumber penularan: dengan cara mengeliminasi, membuang, menjauhkan, memasang barier.
b.      Mekanisme transmisi: mengenal cara-cara penularan, media-media perantara, dan agen antimikrobail.
c.       Bejamu atau calon penderita: memperpendek waktu pemaparan, memasang barier atau isolasi.
Dengan mengenal unsur-unsur yang berpengaruh atas terjadinya penularan, akan dapat disusun sebuah tindakan atau langkah-langkah (action) untuk memutus rantai agar tidak terjadi infeksi nansokomial.
Tim pengendalian rumah sakit dapt menyusun program pengendalian infeksi melalui sebuah kebijakan yang diterbitkan oleh direktur rumah sakit yang meliputi:
1.      Standar kerja
2.      Penelitian epidemiologi atau surveilans
3.      Pendidikan dan pelatihan
4.      Laporan

H.    Proses Terjadinya Infeksi Nosokomial
Sejumlah faktor yang sangat berpengaruh dalam terjadinya infeksi nasokomial, yang menggambarkan faktor-faktor yang datang dari luar (extrinsi factors). Perlu dicatat adanya faktor-faktor lain yang juga berperan memberi peluang timbulnya infeksi nansokomail, faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut.
a.       Faktor-faktor yang ada dari diri penderita (intrinsic factors) seperti umur, jenis kelamin, kondisi umum penderita, risiko terpai, adanya penyakit lain yang menyeratai (multipatoligi) beserta konflikasinya. Faktor-faktor ini merupakan faktor predisposisi.
b.      Faktor keperawatan seperti lamanya hari perawatan (length of stay), menurunya setandar pelayanan perawatan, serta padatnya penderita dalam satu ruangan.
c.       Faktor mikroba fatogen seperi tingkat kemampuan infasi serta tingakat kemampuan merusak jaringan, lamanya, pemaparan (lenght of exposure) antara sumber penularan (resevoir) dengan penderita.
Dengan memperhatikan secara keseluruhan secara fektor-faktor tersebut diatas, maka faktor lain yang mempengerah dalam proses terjadinya infeksi nansokomial dapat digambarkan sebagai berikut.
Terjadinya infeksi nansokomial dipengaruhi oleh banyak faktor (multifaktorial), baik faktor yang ada dalam diri (badar, tubuh) penderita sendiri, maupun faktor-faktor yang berada disekitarnya. Setiap faktor-faktor tersbut hendaknya dicermati, diwaspadai, dan dianggap berpotensi. Dengan mengenal faktor-faktor yang berpengaruh merupakan modal awal upaya pencegahan dan pengendalian infeksi nasokomial.
Semua petugas pelayanaan medis (medical provider) harus benar-bemar memahami. Hal ini, sehingga penderita yang masih dakam proses asuhan keperawatan, terhindar dari infeksi nansokomial standar asuhan keperawatan, sanitasui rumah sakit, dan seterusnya harus tetap dijaga, hal ini merupakan bagian dari upaya mencegah mutu atau quality assurance rumah sakit.
Selanjutnya, masing-masing faktor penyebab terjadinya infeksi nansokomial akan dibahas dengan lebih dalam pada bab-bab berikutnya.

I.       Penderita Dalam Proses Perawatan
Pada prinsipnya setiap penderita yang mnjalani proses asuhan keperawatan, yang berada di kamar/ruangan atau bangsal keperawatan dapat terserang infeksi nonsokomial, namun infeksi nansokomial yang terjadi banyak ditentukan oleh prosedur dan tinfdakan medis yang dijalankan.
Seorang penderita yang diharuskan masuk kerumah sakit untuk menjalani proses asuhan keperawatan didasari adanya pertimbangan pedis, antara lain untik mempertegas diagnosis, mengobservasi perkembangan penyakit, menjalani beberapa prosedur dan tindakan medis serta terapi memulihkan kesehatanya.
Indikasi masuk rumah sakit (rawat inap) dengan asuhan keperawatanya, dapat dijalani dalam waktu beberapa hari saja atau bahkan memerlukan waktu yang cukup lama. Selama menjalani proses asuhan keperawatan (24 jam), penderita lebih lam kontak atau berkomunikasi dengan tenaga-tenaga keperawatan dari pada tenaga-tenaga pelayanan medis lainya. Oleh kerena itu, berbagai keluhan (sebjektif) maupun tanda-tanda penderita, dapt diketahui didokumentasikan oleh tenaga-tenaga keperawatan.
Berdasarkan keadaan tersebut, peranan tenaga keperawatan yang berkaitan dengan upaya pencegahan dan pengendalian infeksi nansokomial cukup besar. Panitia medik pengendalian infeksi rumah sakit hendaknya memberi peran yang lebih besar kepada tenaga keperawatan ini. Tidak hanya mempunyai peran yang sangat berati dalam proses asuhan keperawatan, tetapi juga mempunyai peran dalam mempersiapkan material medis serta instrumen-instrumen medis. Oleh karena itu, perlu adanya pembagian tugas pelatihan bagi tenaga-tenaga keperawatan yang khusus membidangi upaya pencegahan dan pengendalian infeksi nansokoial

J.      Faktor Mikroba Patogen
Rumah sakit sebagai institusi pelayanan medis akan memberikan pelayanan medis unruk semua jenis penyakit infeksi. Di indonesia kasus penyakit ini cukup mendominasi karena frekuensinya yang masih tinggi. Dengan demikian, rumah sakit yang memiliki tenaga profesional dan fasilitas medis yang lengkap diharapkan mampu mendiagnosis, mengobati serta merawat penderita-penderita penyakit infeksi, dengan faktor penyebab mikroba patogen yang beraneka ragam, baik dalam bentuk bakteri, virus, jamur, mampu protozoa.
Jadi, dapat dilakukan bahwa sebuah rumah sakit dapat menjadi renpat yang rawan pencernaan oleh mikroba patogen, dengan rediko adanya penyebaran/penularan infeksi.

Terdapat tiga unsur yang saling mendukung terjadinya penyakit, yaitu agen penyebab penyakit, pejamu, serta lingkungan. Khusus untuk penyakit infeksi yang terjadi di rumah sakit, ketiga unsur tersebut adalah sebagai berikut.
1.      Agen penyebab penyakit ( mikroba patogen), dapat berasal/bersumber dari penderita lain, petugas, limbah medis, (ekskreta/sekreta), limbah rumah tangga dan lain-lain.
2.      Pejamu adalah penderita-penderita yang sedang dirawat, yang rentan atau dalam posisi lemah fisiknya.
3.      Lingkungan yang kurang terjaga sanitasinya, mobilitas yang tinggi dari petugas, keluarga/pengunjung, yang semua mempermudah terjadinya transmisi mikroba patogen
Dengan demikian mudah dimengerti bahwa infeksi nasokomial akan selalu mengancam setiap penderita yang sedang dalam asuhan keperawatan di setiap ruangan atau bangsal yang ada.

K.Proses terjadinya infeksi
Mikroba patogen agar dapat menimbulkan penyakit infeksi harus bertemu dengan penjamu yang rentan, melalui dan menyelesaikan tahap-tahap berikut.
1.      Tahap 1
Mikroba patogen bergerak menuju tempat yang menguntungkan (penjamu atau penderita) melalui mekanisme penyebaran mikroba patogen tersebut dapat terjadi di rumah sakit dengan ilustrasi sebagai berikut.
a.       Penularan langsung
Melalui droplet nuclei yang berasal dari petugas, keluarga/pengunjung, dan penderita lainnya. Kemungkinan lain melalui darah saat tranfusi darah.
b.      Penularan tidak langsung
Penularan tidak langsung dapat terjadi sebagai beriku.
1.      Vehicle-borne, yaitu penyebaran/penularan mikroba patogen melalui benda-benda mati (fomite) seperti peralatan medis (instrument) bahan-bahan atau material medis, atau peralatan makan/minum untuk penderita. Perhatikan berbagai tindakan instansif seperti pemasangan kateter, vena punctie, tindakan pembedahan ( beda minor, pembedahan di kamar bedah), proses dan tindakan medis obstetri/ginekologi, dll.
2.      Vector-borne, yaitu penyebaran/penularan ,ikroba patogen dengan perantara vektor seperti lalat. Luka terbuka (open wound), jaringan nekrotis, luka bakar, gangren adalah kasus-kasus yang rentan di hinggapi lalat.
3.      Food-borne, yaitu penyebaran/penularan mikroba patogen melalui makanan dan minuman yang disajikan untuk penderita. Mikroba patogen dapat ikut menyertainya sehingga menimbulkan gejalla dan keluhan gastrointestinal, baik ringan maupun berat.
4.      Water-borne, yaitu kemungkinan terjadinya penyebaran/penularan penyakit infeksi melalui air kecil sekali, mengingat tersedianya air bersih di rumah sakit sudah melaui uji baku mutu.
5.      Air-borne, yaitu peluanng terjadinya infeksi silang melalui media pelantara ini cukup tinggi karena ruangan/bangsal yang relatif tertutup, secara teknis kurang baik ventilasi dan pencahayaannya. Kondisi ini dapat terjadi lebih buruk dengan jumlah penderita yang cukup banyak.
Dari semua kemungkinan penyebaran/penularan penyakit infeksi yang sudah di uraikan diatas, maka penyebab kasus infeksi nasokomial yang sering dilaporkan adalah tindakan invansif melalui penggunaan berbagai instrumen medis (vehicle-borne).

2.      Tahap II
Upaya berikutnya dari mikroba patogen adalah melakukan invasi ke jaringan/organ penjamu (penderita ) dengan cara mencari akses masuk untuk masing-masing penyakit seperti adanya kerusakan/ lesi kulit atau mukosa dari rongga hidung, rongga mulut, orificium urethrae, dll.
1.      Mikroba patogen masuk ke jaringan atau organ melalui lesi kulit. Hal ini dapat terjadi sewaktu melakukan insisi bedah atau jarum suntik. Mokroba patogen yang di maksud antara lain virus hepatitis B (VHB).
2.      Mikroba patogen masuk melalui kerusakan atau lesi mukosa saluran urogenital karena tindakan infansive, seperti :
a.       Tindakan kateterasi, sitoskopi
b.      Pemeriksaan dan tindakan ginenokologi
c.       Pertolongan persalinan per-vaginam patologis baik dengan bantuan instrumen medis maupun tanpa bantuan instrumen medis.
3.      Dengan cara inhalasi, mikroba patogen masuk melalui rongga hidung menuju saluran nafas. Partikel inteksiosa yang menular berada di udara dalam bentuk aerosol. Penularan langsung dapat terjadi melalui percikan ludah apabila terdapat individu yang mengalami infeksi saluran nafas melalukan ekshalasi paska seperti batuk atau bersin. Dari penularan tidak langsung juga dapat terjadi apabila udara dalam ruangan terkontaminasi. Lama kontar terpapar antara sumber penularan dan penderita akan meningkat resiko penularan. Contoh : virus influenza dan M.Tuberkulosis.
4.      Dengan cara ingesti yaitu melalui mulut masuk ke dalam saluran cerna terjadi pada saat makan dan minum dengan makanan dan minuman yang terkontaminasi. Contohnya salmonela, shidella, tibrio, dan sebagainya.

3.      Tahap 3
Setelah memperoleh akses masuk, mikroba patogen segera melakukan invasi dan mencari jaringan yang sesuai (cocok). Selanjutnya melakukan multiplikasi/ berkembang biak disertai dengan tindakan destruktif terhadap jaringan, walaupun ada upaya perlawanan dari penjamu sehingga  terjadi reaksi infeksi yang mengakibatkan perubahan morfologis dan gangguan fisiologi/ fungsi jaringan. Reaksi infeksi yang terjadi pada pejamu disebabkan oleh adanya sifat-sifat spesifik mikroba patogen.
             a.Infeksivitas
Kemampuan mikroba patogen untuk berivasi yang merupakan langkah awal melalukan serangan kepejamu melalui akses masuk yang tepat dan selanjutnya mencari jaringan yang cocok untuk melakukan multiplikasi.
b.      Virulansi
Langkah mikroba patogen berikutnya adalah melalukan tindakan destruktif terhadap jaringan dengan menggunakan enzim perusaknya. Besar-kecilnya kerusakan jaringan atau cepat lambatnya kerusakan jaringan ditentukan oleh potensi virulensi mikroba patogen.
c.    Antigenitas
Selain memiliki kemampuan destruktif, mikroba patogen juga memiliki kemampuan merangsang timbulnya mekanisme pertahanan tubuh pejamu melalui terbentuknya antibodi ini akan sangat berpengaruh terhadap reaksi infeksi selanjutnya.
d.    Toksigenitas
Selain memiliki kemampuan dekstruksif melalui enzim perusaknya, beberapa jenis mikroba patogen dapat menghasilkan toksin yang sangat berpengarub terhadap perjalanan penyakit
a.       Patogenitas
Sifat-sifat infeksivitas, virulensi, serta toksigeninas mikroba patogen pada satu sisi dan sifat antigenitas mikroba patogen pada sisi lain, menghasilkan gabungan sifat yang disebut patogenitas. Jadi sifat patogenitas mikroba patogen dapat di nilai sebagai “derajat keganasan” mikroba patogen atau respons pejamu terhadap masuknya kuman ke tubuh pejamu.

Reaksi infeksi adalah proses yang terjadi pada pejamu sebagai akibat dari mikroba patogen mengimplementasikan ciri-ciri kehidupannya terhadap pejamu. Kerusakan jaringan maupun gangguan fungsi jaringan akan menimbulkan manisfestasi klinis yaitu manifestasi klinis yang bersifat sistemik dan  manisfestasi yang bersifat khusus (organik).

Manisfestasi klinis sistemik berupa gejala (symptom) seperti demam, merasa lemah dan terasa tidak enak (malaise), nafsu makan menurun, mual, pusing, dan sebagainya. Sedangkan manifestasi klinis khusus akan memberikan gambaran klinik sesuai dengan organ yang terserang. Contoh:
1.      Bila organ paru terserang, maka alan muncul gambaran klinik seperti batuk, sesak nafas, nyeri dada, gelisah dan sebagainya
2.      Bila organ alat pencernaan makanan terserang maka akan muncul gambaran klinik seperti mual, muntah, kembung, kejang perut dan sebagainya.
Mikroba patogen yang telah tersarang pada jaringan atau organ yang sakit akan terus berkembang biak, sehingga kerusakkan dan gannguan fungsi organ semakin meluas. Demikian seterusnya, dimana pada suatu kesempatan. Mikroba patogen keluar dari tubuh pejamu atau penderita dan mencari pejamu baru dengan cara menumpang produk proses metabolisme tubuh atau produk proses penyakit dari pejamu yang sakit.

K.    Mikroba Patogen dan Rumah Sakit
Rumah sakit merupakan tempat konsentrasi berbagai jenis mikroba patogen yang berasal dari nernagai sumber atau reservoir dan sekaligus sebagai wilayah yang memungkinkan terjadi proses penularan baik langsung maupun tidak langsung.
Sebagian mikroba patogen berasal dari penderita-penderita, baik yang menjalani rawat jalan maupun rawat inap, berada dipoliklinik maupun diruangan bangsal perawatan.
Sumber mikroba patogen berikutnya adalah dari hasil berbagai kegiatan rumah sakit, baik yang secara langsung maupun tidak langsung dengan pelayanan medis.
semua kegiatan pelayanan medis dirumah sakit akan menghasilkan produk samping berupa sampah dan limbah yang dapat diindikasi sebagai reservoir. Perlu dibedakan antara pengertian sampah dan limbah.
Sampah adalah semua barang atau benda atau sisa barang atau benda yang sudah tidak berguna dan terbuang dari kegiatan sehari-hari. Jadi sampah merupakan produk buangan yang pada umumnya berbentuk benda padat, dengan komposisi bahan organik dan anorganik. Sampah yang terkumpul dapat menumpuk dan membusuk sehingga sangat mengganggu kesehatan, lingkungan, serta mempengaruhi mutu estetika.Sedangkan limbah adalah produk akhir yang berupa material buangan dari sebuah proses pencucian, dekontaminasi atau proses metabolisme tubuh, yang dapat berbentuk cairan atau setengah padat. Tidak berbeda dengan sampah limbah juga dapat mengganggu kesehatan, lingkungan , serta mempengaruhi mutu estetika. Sampah dan limbah rumah sakit atau unit pelayanan medis dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1.      Sampah rumah sakit
Sampah rumah sakit dapat dibedakkan menjadi sampah domestik dan sampah medis
a.       Sampah domestik
Sampah hasil kegiatan kerumah tanggaan rumah sakit seperti dari kantor atau TU, dapur, taman, gudang, Rekam medis, dan sebagainnya.
Contohnya : kertas, plastik. Kaleng. Sayur atau buah yang terbuang, daun, ramting, dan lain-lain
b.      Sampah medis
Sampah sarana medis habis pakai dan terbuang yang telah digunakkan sebagai alat bantu upaya diagnosis dan pengobatan melalui prosedur dan tindakan medis atau perawatan pada penderita.
Contohmya: perban, kassa, pelster, jarum suntik, set infus. Botol infus, kantung darah, sarung tangan dan sebagainnya
Sampah medis merupakkan benda atau barang infeksius yang haru sikelola dengan baik dimulai pada saat pengumpulan. Pengangkutan sampai proses pemusnahan, sehingga penyebaran mikroba patogen dapat dicegah. Tempat asal sampah medis adalah semua unit pelayanan medis yang ada.
2.      Limbah rumah sakit
Tidak berbeda dengan sampah rumah sakit, limbah rumah sakit atau limbah medis juga memberikan dampak negatif terhadap kesehatan sebagai tempat tinggal mikroba patogen.
Limbah medis merupakan produk buangan sebagai hasil proses pengobatan melalui prosedur dan tindakan medis serta perawatan, baik langsung  maupuntidak langsung, serta produk samping dari proses metabolisme penyakit (patofisiologis). Limbah medis dapat berbentuk padat, setengah padat, atau cair dan sangat infeksius.
Limbah medis dapat dikelompokkan sebagai berikut.
a.       Limbah domestik medis
Limbah rumah sakit yang dihasilkan oleh adanya kegiatan kerumahtanggaan rumah sakit seperti
1.      Kegiatan mencuci piring, gelas, sendok yang digunakan penderita
2.      Kegiatan mencuci seperti linen yang telah digunakan penderita dari kamar operasi, kamar bersalin, ruangan/bangsal menular, dan sebagainya.
3.      Cairan pembilasan/dekontaminasi instrumen medis
b.      Limbah klinis medis
Limbah rumah sakit yang diperoleh oleh penderita sebagai hasil adanya proses patofisiologi penyakit dan berbagai tindakan medis seperti:
1.      Sekreta, ekskreta, fese, urine, cairan hasil pungsi
2.      Cairan dan sisa makanan yang dimuntahkan
3.      Cairan, darah, dan sisa jaringan yang diperoleh dari kamar operasi, kamar bersalin, bedah mayat, dan laboratorium.
c.       Limbah patologi medis
Limbah rumah sakit yang berwujud jaringan tubuh manusia yang harus dipisahkan/dipotong melalui tindakan medis seperti:
1.      Potongan ekstremitas melalui tindakan amputasi
2.      Jaringan rekseksi usus, histerektomi
3.      Jaringan kanker, jaringan nekrotomi dan sebagainya.
               Limbah medis lebih infeksius dari pada sampah medis, sehingga                                 penanganannya harus lebih hati-hati khususnya pada limbah patologi medis                        yang memerlukan perlakuan khusus.
L.Penatalaksanaan asuhan keperawatan
Garis besar pembagian/pengelompokan bangunan/tempat pelayanan rawat inap sebuah rumah sakit pada umumnya tersusun sebagai berikut :
a.       Kamar perawatan umum, yang terisi satu, dua, atau tiga buah tempat tidur.
b.      Kamar perawatan khusus isolasi, yang terisi satu, dua, atau tiga buah tempat tidur.
c.       Ruangan atau bangsal perawatan umum, yang terisi dengan sejumlah tempat tidur.
d.      Ruangan/bangsal perawatan penyakit menular, yang terisi dengan sejumlah tempat tidur.
e.       Ruang atau bangsal perawatan intensif, yang teirsi dengan sejumlah tempat tidur.
f.       Ruang/bangsal perawatan anak, yang terisi dengan sejumlah tempat tidur.
g.      Ruang/bangsal perawatan bagi ibu-ibu pasca persalinan yang terisi dengan sejumlah tempat tidur.
Pembagian dan pengelompokan kamar/ruangan/ bangsal perawatan tersebut untuk rumah sakit yang besar dapat dikelompokan lagi menjadi ruangan/bangsal perawatan berdasarkan spesifikasi jenis penyakit/kelainan dan jenis kelamin. Pada rumah sakit dengan spesifikasi khusus seperti rumah sakit kanker, rumah sakit jantung, atau rumah sakit kusta, memliki pembagian kamar/ ruangan/ bangsal perawatan tersendiri.
Pada dasarnya setiap penderita yang sedang dirawat diruangan/ bangsal perawatan maupun dapat terjangkit infeksi nosokomial, namun intesitas perhatikan lebih banyak ditujukan kepada :
1.      Ruang/bangsal perawatan anak.
2.      Ruang/bangsal perawatan menular.
3.      Ruang/bangsal perawatan khsusus.
4.      Ruang/bangsal perawatan intensif.
Perhatian yang lebih lanjut tertuju pada penderita-penderita yang rentan, disamping faktor penyakit yang diderita oleh penderita (penyakit dasar-underlying disease), juga terhadap masalah keadaan umum penderita, yang secara keseluruhan dapat memperburuk keadaan. Beberapa kondisi dapat memburuk keadaan umum penderita antara lain:
1.      Umur rentan (balita, usia lanjut).
2.      Adanya komplikasi dari penyakit dasar.
3.      Penyakit lain yang ikut menyertai penyakit dasar (multipatologi).
4.      Panjangnya perjalanan penyakit dasar, sebelum penderita masuk kerumah sakit.
Contoh kondisi-kondisi di atas merupakan faktor predisposisi penderita. Sebagai ilustrasi adanya kerawanan yang memungkinkan terjangkitnya infeksi nosokomial pada masing-masing ruangan/bangsal perawatan adalah sebagai berikut.
a.       Pada ruangan/bangsal perawatan anak
Berbagai faktor peluang terjadinya infeksi nosokomial antara lain :
1.      Umur balita adalah umur rentan;
2.      Adanya tindakan intensif seperti terpasanganya set infus/cairan infus, atau tranfusi darah;
3.      Mobilitas yang tinggi dari pnederita (digendong oleh orang tua/ keluarga yang bebas pergi ke mana saja);
4.      Penunggu/keluarga yang bebas keluar-masuk;
5.      Padatnya jumlah penderita yang dirawat dalam satu ruangan/bangsal.
(contoh bila ada ledakan kasus (outbreak): demam berdarah, diare, dan sebagainya).
b.      Pada ruangan/bangsal perawatan penyakit menular
Penderita yang dirawat di ruangan/ bangsal perawatan ini mempunyai potensi menularkan penyakit, jadi penderita-[enderita berperan sebagai reservoir mikroba patogen. Oleh karena itu, perlu adanya tindakan isolasi.
Penyebaran mikroba patogen melalui produk infeksius penyait seperti sputum, sekreta,eksreta, darah, urine, atau feses. Hal ini tentunya berisiko menular terhadap penderita lain, apabila :
1.      Penanganan produk infeksius tersebut tidak prosedural;
2.      Tidak/kurang adanya penyuluhan kesehatan bagi penderita atau keluarganya;
3.      Jumlah penderita yang sedang dirawat melebihi kapasitas tempat tidur yang tersedia.
Disamping itu, baik bagi petugas maupun bagi penunggu/keluarga/pengunjung yang keluar masuk ruangan/bangsal perawatan harus mengikuti prosedur pencegahan infeksi (kewaspadaan standar).
c.       Pada ruangan/bangsal perawatan khusus
Penderita yang dirawat pada tempat khusus ini harus dilindungi dari kemungkinan tertular, dilandasi berbagai faktor:
1.      Pemulihan kesehatannya memerlukan waktu cukup lama, dengan keadaan umum yang buruk;
2.      Komplikasi yang timbul dari penyakit dasar cukup berat, dimana juga memerlukan terapi atau tindakan medis tersendiri;
3.      Dapat dipastikan adanya penyakit lain yang menyertai penyakit dasar;
4.      Beban mental/psikologis penderita.
Contoh kasus yang harus dirawat pada ruangan/bangsal khusus ini antara lain :
1.      Diabetes melitus dengan komplikasi gangren;
2.      Steven-jhonson syndrome;
3.      Luka bakar yang cukup luas ;
4.      HIV/AIDS;
5.      Kanker pada stadium lanjut, dan lain-lain.
Pada contoh-contoh kasus dia atas, keadaan umum penderita rata-rata buruk dan menimbulkan aroma yang tidak sedap. Berbagai kebutuhan dasarnya harus ditunjang misalnya dengan nutrisi parenteral/makanan lewat selang lambung atau eliminasi urine dengan pemasangan kateter. Tindakan-tindakan invasif ini memberi peluang terjadinya infeksi nosokomial.
d.      Pada ruangan/bangsal perawatan inyensif
Pada ruangan/bangsal ini dirawat penderita dengan kondisi yang memerlukan perhatian istimewa misalnya:
1.      Penderita yang berada dalam keadaan kritis atau kondisi terminal
2.      Penderita yang sewaktu-waktu memerlukan tindakan medis akut
3.      Penderita yang menggunakan berbagai alat bantu medis
4.      Penderita yang membutuhkan pemantauan monitoring tanda-tanda vital secara terus-menerus
Perawat yang ditugaskan di ruangan/bangsal perawatan ini memiliki kualifikasi tersendiri/khusus (terlatih), sehingga dapat bekerja dengan baik dan cepat. Keluarga tidak diperkenankan masuk, agar upaya-upaya yang dilakukan petugas untuk mengatasi keadaan kritis penderita tidak terganggu.
L.     Tugas dan Tanggung Jawab
Dari semua uraian di atas, jelas bahwa tanggung jawab upaya pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial berada di tangan tim  medis pengendalian infeksi, dibantu oleh petugas bagian perawatan mulai dari kepala bagian perawatan, kepala ruangan/bangsal perawatan, serta semua petugas perawatan (perawat) lainnya selama 24 jam penuh. Dengan demikian tenaga keperawatan merupakan pelaksana terdepan dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial.
Perlu diingat kembali butir-butir upaya pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial agar berjalan efektif, yaitu :
a.       Setiap perawat harus mengetahui diagnosis penyakit serta keadaan umum setiap penderita
b.      Setiap perawat harus mengetahui prosedur dan tindakan medis yang telah dijalani oleh penderita serta alat bantu medis yang sedang digunakan oleh penderita
c.       Setiap perawat akan selalu melakukan observasi setiap penderita dengan cara wawancara, pemeriksaan umum, atau dengan membaca lembar catatan medis/status penderita
d.      Ssetiap perawat harus mengikuti perkembangan perjalanan penyakit dari setiap penderita, apakah kondisinya menjadi lebih baik atau sebaliknya kondisi menjadi lebih buruk
Di samping adanya perhatian kepada penderita, hal lain yang perlu diperhatikan adalah:
a.       Sikap bijak dalam menegakkan disiplin jam kunjung bagi keluarga dan pengunjung/tamu lainnya
b.      Menghitung tenaga keperawatan yang ada, apakah jumlah perawat (jaga) dalam satu shift jaga sudah seimbang dengan jumlah penderita yang sedang dirawat saat itu. Idealnya seorang perawat melayani/merawat 4-5 orang penderita, baik untuk melayani kebutuhan dasar manusia maupun untuk melayani kebutuhan medisnya
c.       Bekerja lebih teliti, yakinkan bahwa tindakan dalam asuhan keperawatan sudah higenis dan aseptik
d.      Menjaga sanitasi ruangan/bangsal perawatan serta memerhatikan ventilasi dan pencayahaan di dalamnya
e.       Memerhatikan dan menghitung jumlah tempat tidur yang terisi penderita dalam satu ruangan/ bangsal perawatan atau kebutuhan tempat tidur
Hal ini perlu diperhatikan, mengingat kapasitas ruangan/bangsal p[erawatan dan mengingat pula adanya beban kerja.
Sebagai petugas “ujung tombak” pelaksana keperawatan yang selalu kontak dengan penderita (selama 24 jam), maka keberadaan dan kedudukan perawat dalam Panitia Medik Pengendalian Infeksi rumah sakit mutlak adanya. Sehingga perlu ditunjuk satu atau dua orang perawat senior untuk membantu menangani masalah ini, yang disesuaikan dengan kapasitas ruangan/bangsal perawatan yang bersangkutan.
















BAB III
PENUTUP

1.      Kesimpulan
Saat ini dunia kedokteran dihadapkan pada kenyataan bahwa penyebaran dan penularan penyakit infeksi tidak hanya terjadi ditengah masyarakat luas, namun ternyata kondisi tersebut dapat terjadi ditengah komunitas penderita yang sedang menjalani asuhan keperawatan dirumah sakit. Infeksi yang diperoleh seorang penderita yang sedang di rawat dirumah sakit ini dikenal sebagai infeski nosokomial.
Dalam batasan dan defisininya, sebuah infeksi dapat dinyatakan sebaga infeksi nosokomial apabila memenuhi persyaratan antara lain:
a.       Persyaratan tempat infeksi terjadi (rumah sakit)
b.      Persyaratan waktu, yaitu kurun waktu penderita menjalani auhan keperawatan.
c.       Persyaratan orang, yang tidak lain adalah penderita yang sedang menjalani asuhan keperawatan.
d.      Persyaratan agen penyebab, berasal dari berbagai sumber dirumah sakit.
Selama dalam asuhan keperawatan penderita tidak selalu menetap di ruangan/bangsal/kamar perawatan, tetapi tidak jarang harus bergerak dari satu unit kerja di rumah sakit ke unit kerja lainnya yang merupakan satu rangkaian kegiatan dalam upaya dalam menegakkan diagnosis serta terapi. Dari sini tampak jelas bahwa terjadinya inpasi mikroba patogen dapat berasal dari unit kerja di luar ruangan/bangsal/kamar perawatan dengan demikian tugas dan tanggung jawab mengeliminasi mikroba patogen menjadi tanggung jawab semua unit kerja.
Untuk mengantisipasi munculnya infeksi nosokomial semua petugas di semua unit kerja harus menyadari dan ikut berperan aktif dalam upaya mengamankan penderita dari inpasi mikroba patogen dengan cara menerapkan kewaspadaan standar sebaik-baiknya.
Dengan demikian manajemen asuhan keperawatan profesional yang berada diruangan/bangsal/kamar perawatan merupakan ujung tombak pengendalian infeksi sekaligus sebagai tangan pertama yang mendata kejadian infeksi nosokomial.
2.      Saran
Infeksi masih merupakan penyebab utama tingginya angka kesakitan dan kematian di dunia. Salah satu jenis infeksi adalah infeksi nosokomial, maka dari itu kita harus berhati-hati dalam pencegahan infeksi.
Kami selaku oembuat makalah ini menerima segala saran kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.




















DAFTAR PUSTAKA
Darmadi, 2008. Infeksi Nosokomial. Salemba medika : Jakarta.
Rohani, Hingawati Setio, 2010. Panduan Praktik Keperawatan Nosokomial. Citra Aji Parama : yogyakarta.
Ratna Nugraheni, dkk, 2012, Infeksi Nosokomial di RSUD Setjonegoro Kabupaten Wonosobohttp://ejournal.undip.ac.id/index.php/mkmi/article/view/6169

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

© Kesehatan itu penting | Blogger Template by Enny Law