BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sistem
pencernaan (mulai dari mulut sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencerna menjadi zat-zat
gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke
dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang
tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses dari tubuh.
Pencernaan
merupakan proses dimana nutrisi diperoleh dari makanan yang kita makan. Berbagai nutrisi seperti protein, lemak dan karbohidrat tidak dapat berasimilasi
ke dalam aliran darah dalam bentuk molekul kompleks mereka. Mereka perlu
dipecah menjadi bentuk yang lebih sederhana sehingga mereka dapat diserap oleh
darah dan kemudian diangkut ke berbagai bagian tubuh. Misalnya, protein perlu
dipecah menjadi asam amino, karbohidrat menjadi polisakarida dan monosakarida,
lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Hal ini dilakukan oleh berbagai enzim
pencernaan. Nutrisi yang yang diperoleh kemudian diserap ke dalam aliran darah
dan mencapai sel-sel di seluruh tubuh. Ada berbagai organ sistem pencernaan
yang memiliki fungsi tertentu untuk melakukan, salah satunya yaitu usus besar.
Usus besar dimulai di mana usus kecil berakhir dan ini terjadi di kawasan tepat
di bawah pinggang di sisi kanan tubuh manusia. Secara struktural, usus besar
terdiri dari dua bagian – sekum dan kolon. Sekum bergabung usus ke ileum,
bagian terakhir dari usus kecil. Sekum kemudian berlanjut ke kolon asendens
yang naik melalui sisi kanan perut. Usus Ascending berjalan horizontal melalui
rongga perut. Di sini dikenal sebagai usus besar melintang. Usus Melintang
akhirnya turun di sisi kiri perut sebagai usus descending. Yang usus menurun
berakhir pada rektum dan anus yang merupakan bagian terakhir dari saluran
pencernaan.
Fungsi utama
dari usus besar dalam pencernaan adalah untuk menyerap garam dan air dari
makanan yang diteruskan ke usus dari usus kecil. Hal ini membantu dalam menjaga
keseimbangan cairan darah. Materi yang mencapai usus besar adalah tinja sebagai
mayoritas pencernaan dan penyerapan nutrisi yang diperoleh oleh aksi berbagai
enzim pencernaan telah selesai di usus kecil. Oleh karena penyerapan air dan
garam dari kotoran di usus besar membuatnya lebih padat.
Dibandingkan
dengan protein, lemak dan karbohidrat selama ini pembahasan mengenai serat makanan
seringkali terabaikan. Serat termasuk bagian dari makanan yang tidak mudah
diserap dan sumbangan gizinya dapat diabaikan, namun serat makanan sebenarnya
mem- punyai fungsi penting yang tidak tergantikan oleh zat lainnya. Waspadji (1989) dalam pembahasannya mengenai
diabetes mellitus dan serat menerangkan, bahwasanya serat larut yang berbentuk
viskus dapat memperpanjang waktu pengosongan lambung. Serat larut guar dan
pektin memperpanjang waktu transit di usus, sebaliknya serat tidak larut memperpendek
waktu transit di usus. Serat makanan berpengaruh juga pada pelepasan hormon
intestinal, dapat mengikat kalsium, zat besi, seng dan zat or- ganik lainnya,
juga dapat mengikat kolesterol dan asam empedu sehingga berpengaruh pada
sirkulasi enterohepatik kolesterol. Dalam usus besar, serat dapat difermentasi
oleh bakteri kolon dan dapat menghasilkan asam lemak rantai pendek yang mungkin
dapat menghambat mobilisasi asam lemak dan mengurangi glukoneogenesis. Hal ini
akan berpengaruh pada pemakaian glukosa, sekresi insulin dan pemakaian glukosa
oleh sel hati.
Selanjutnya
peran serat dalam pencegahan kanker kolon dibahas oleh Daldiyono etal. (1990),
dikatakan bahwa serat makanan terutama yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa
dan lignin sebagian besar tidak dapat dihancurkan oleh enzim-enzim dan bakteri
di dalam traktus digestivus. Serat makanan ini akan menyerap air di dalam
kolon, sehingga volume feses menjadi lebih besar dan akan merangsang syaraf
pada rektum, sehingga menimbulkan keinginan untuk defikasi. Dengan demikian
tinja yang mengandung serat akan lebih mudah dieliminir atau dengan kata lain
transit time yaitu kurun waktu antara masuknya makanan dan dikeluarkannya
sebagai sisa makanan yang tidak dibutuhkan tubuh menjadi lebih singkat. Waktu transit
yang pendek, menyebabkan kontak antara zat-zat iritatif dengan mukosa kolorektal
menjadi singkat, sehingga dapat mencegah terjadinya penyakit di kolon dan
rektum. Di samping menyerap air, serat makanan juga menyerap asam empedu
sehingga hanya sedikit asam empedu yang dapat merangsang mukosa kolorektal,
sehingga timbulnya karsinoma kolorektal dapat dicegah. Ranakusuma (1990)
menjelaskan, bahwa serat makanan juga berguna mengurangi asupan kalori. Diet
seimbang rendah kalori disertai diet tinggi serat bermanfaat sebagai strategi
menghadapi obesitas.http://dosen.narotama.ac.id/wp-content/uploads/2012/03/Serat-makanan-dan-peranannya-bagi-kesehatan.pdf
Kanker
kolorektal ditujukan pada tumor ganas yang ditemukan di kolon dan rektum. Kolon dan rectum adalah bagian dari usus
besar pada sistem pencernaan yang disebut juga traktus gastrointestinal. Lebih
jelasnya kolon berada di bagian proksimal usus besar dan rektum di bagian
distal sekitar 5-7cm di atas anus. Kolon dan rektum merupakan bagian dari
saluran pencernaan atau saluran gastrointestinal di mana fungsinya adalah untuk
menghasilkan energi bagi tubuh dan membuang zat-zat yang tidak berguna (Pezzoli
A, Mataresen V, Rubini M, 2007).
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1
Bagaimana anatomi usus besar?
1.2.2
Bagaimana fisiologi usus besar?
1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Untuk
mengetahui anatomi usus besar.
1.3.2 Untuk
mengetahui fisiologi usus besar
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Anatomi Usus
Besar (Kolon)
Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan
panjang sekitar 5 kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai
kanalisani. Usus besar merupakan sambungan dari usus halus dan dimulai di katup
ileokik atau ileosekal, yaitu tempat sisa makanan. Diameter usus besar sudah
pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5
cm), tetapi makin dekat anus diameternya semakin kecil. Lapisan-lapisan usus
besar dari dalam ke luar adalah selaput lendir, lapisan otot yang memanjang,
dan jaringan ikat. Ukurannya
lebih besar daripada usus halus, mukosanya lebih halus daripada usus halus dan
tidak memiliki vili. Serabut otot longitudinal pada dinding berotot tersusun dalam tiga jalur yang member rupa berkerut-kerut dan
berlubang-lubang. Taenia coli yang menarik kolon menjadi kantong-kantong besar
yang disebut dengan haustra. Dibagian bawah terdapat katup ileosekal yaitu
katup antara usus halus dan usus besar. Katup ini tertutup dan akan terbuka
untuk merespon gelombang peristaltik sehingga memungkinkan kimus mengalir 15 ml
masuk dan total aliran
sebanyak 500 ml/hari.
Gambar 2.1 Anatomi Kolon dan Rektum
Bagian-bagian usus besar terdiri dari :
a.
Sekum adalah kantong tertutup yang
menggantung di bawah area katup ileosekal apendiks.
Sekum terletak di daerah iliaka kanan dan menempel pada otot iliopsoas. Pada
sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum.
Sekum merupakan bagian yang berdilatasi, yang ujung bawahnya buntu, tetapi
bagian atasnya menyambung dengan kolon asenden dan tempat perpotongannya
merupakan tempat ileum terbuka ke dalam sekum, yakni melalui katup ileosekum.
Katup ini merupakan sfingter dan mencegah isi sekum masuk kembali ke dalam ileum.
Apendiks vermiform adalah saluran sempit yang ujungnya buntu dan terbuka dari
sekum kira-kira 2 cm di bawah katup ileosekum. Biasanya, panjangnya 20 cm dan
dapat menempati berbagai posisi dalam abdomen. Lapisan submukosa apendiks berisi
sejumlah jaringan limfoid.
b.
Kolon adalah bagian usus besar dari
sekum sampai rektum. Kolon memiliki tiga bagian, yaitu:
Gambar 2.2 Bagian Kolon
1.
Kolon ascenden : usus ascenden
muncul setelah sekum dan melintasi ke atas sampai mencapai fleksura hepatik
atau kanan kolik lentur, yang merupakan pergantian usus dekat hati. Dengan kata
lain, fleksura hepatika adalah tikungan antara kolon asendens dan kolon
transversum. Tikungan kolon melintang untuk membentuk fleksura hepatika, yang
diikuti oleh usus besar melintang, yang perjalanan melintasi rongga perut.
2.
Kolon transversum: usus Yang
melintang dimulai dari fleksura hepatik kanan merupakan yang terpanjang dan
bagian yang dapat bergerak dari usus besar. Hal ini sedikit melengkung ke bawah
dengan kenaikan tajam ke atas mendekati akhir, di mana membungkuk ke bawah
untuk membentuk fleksura kolik kiri atau lentur lienalis, yang terletak di
dekat limpa. Ini merupakan fleksura kolik kiri dimana usus descenden dimulai.
usus Transversum terhubung ke perut oleh sekelompok jaringan, yang dikenal
sebagai omentum yang lebih besar. sisi usus besar melintang Posterior melekat
ke dinding posterior abdomen oleh peritoneum (selaput yang melapisi rongga
perut) dan keterikatan ini disebut mesokolon transverse. Kolon transversum
merentang menyilang abdomen di bawah hati dan lambung sampai ke tepi lateral
ginjal kiri, tempatnya memutar ke bawah fleksura splenik.
3.
Kolon desenden: merentang ke bawah
pada sisi kiri abdomen. Panjangnya sekitar 25 cm dan berjalan ke bawah pada
sisi kiri abdomen ke pintu masuk pelvis minor, dimana ia menjadi kolon sigmoid.
4.
Kolon sigmoid berbentuk S yang
bermuara di rektum. Berbentuk lengkung yang panjangnya kira-kira 40 cm berada
dalam pelvis minor
c.
Rektum adalah bagian saluran
pencernaan selanjutnya dengan panjang 12-13 cm. Struktur rectum serupa dengan
yang pada kolon, tetapi dinding berotot lebih tebal dan membrane mukosanya
memuat lipatan-lipatan membujur yang disebut kolumna Morgagni. Dimulai pada
kolon sigmoid 7 dan berakhir pada saluran anal yang kira-kira 3 cm panjangnya.
Saluran ini berakhir ke dalam anus. Di dalam saluran anus iniserabut otot
sirkular menebal membentuk otot sfingter anus interna. Sel-sel yang melapisi
saluran anus berubah sifatnya; epithelium bergaris menggantikan sel-sel
silinder. Sfingter eksterna menjaga saluran anus dan orifisium supaya tertutup.
2.2 Fisiologi Usus Besar (kolon)
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya
berkaitan dengan proses akhir isi usus. Fungsi usus
besar adalah menyimpan dan eliminasi sisa makanan, menjaga keseimbangan
cairan dan elektrolit dengan cara menyerap air, dan mendegradasi bakteri.
Namun, fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorpsi air dan
elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon sigmoid
berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah dehidrasi
sampai defekasi berlangsung. Kolon mengabsorpsi air, natrium, khlorida, dan
asam lemak rantai pendek serta mengeluarkan kalium dan bikarbonat. Hal tersebut
membantu menjaga keseimbangan air dan elektrolit serta mencegah dehidrasi. Gerakan
retrograd dari kolon memperlambat transit materi dari kolon kanan dan
meningkatkan absorpsi. Kontraksi segmental merupakan pola yang paling umum,
mengisolasi segmen pendek dari kolon, kontraksi ini menurun oleh
antikolinergik, meningkat oleh makanan, kolinergik. Sepertiga berat feses
kering adalah bakteri; 10¹¹-10¹²/gram dimana bakteri Anaerob lebih banyak dari
bakteri aerob. Bacteroides paling umum, Escherichia coli berikutnya. Gas kolon
berasal dari udara yang ditelan, difusi dari darah, dan produksi intralumen.
Bakteri membentuk hidrogen dan metan dari protein dan karbohidrat yang tidak
tercerna. Fungsi kolon dapat diringkas sebagai berikut:
1.
Absorbsi air, garam, dan glukosa
2.
Sekresi musin oleh kelenjar di dalam
lapisan dalam.
3.
Penyiapan selulosa yang berupa
hidrat karbon di dalam tumbuh-tumbuhan, buah-buahan dan sayuran hijau, dan
penyiapan sisa protein yang belum dicernakan oleh kerja bakteri guna eksresi.
4.
Defekasi. Rectum biasanya kosong
sampai menjelang defekasi. Seorang yang mempunyai kebiasaan teratur akan merasa
kebutuhan membuang air besar pada kira-kira waktu yang sama setiap hari. Hal
ini disebabkan refleks gastro-kolika, yang biasanya bekerja sesudah makna pagi
(sarapan).
Setelah
makanan ini mencapai lambung dan setelah pencernaan dimulai maka peristaltik didalam usus terangsang, merambat ke kolon, dan sisa makanan dari hari
kemarinnya, yang waktu malam mencapai sekum, mulai bergerak. Isi kolon pelvis
masuk ke dalam rectum; serentak peristaltic keras terjadi di dalam kolon dan
terjadi perasaan di daerah perineum (kerampang). Tekanan intra-abdominal
bertambah dengan penutupan glottis dn kontraksi diafragma dan otot abdominal;
sfingter anus mengendor, dan kerjannya berakhir.
Gambar 2.3 Fisiologi Kolon
Setengah
bagian proksimal kolon berhubungan dengan absorbsi dan setengah distal kolon
berhubungan dengan penyimpanan oleh karena itu gerakan kolon sangat lambat. Tapi gerakannya masih seperti usus halus yang dibagi menjadi
gerakan mencampur dan mendorong. Tahapan-tahapan yang terjadi pada kolon
sebagai berikut.
a. Gerakan Mencampur “Haustrasi”
Gerakan
segmentasi dengan konstriksi sirkular yang besar pada kolon, 2.5cm otot
sirkular akan berkontraksi, kadang menyempitkan lumen hingga hampir tersumbat.
Saat yang sama, otot longitudinal kolon (taenia koli) akan berkontraksi.
Kontraksi gabungan tadi menyebabkan bagian usus yang tidak terangsang menonjol
keluar (haustrasi). Setiap haustrasi mencapai intensitas puncak dalam waktu 30
detik, kemudian menghilang 60 detik berikutnya, kadang juga lambat terutama
sekum dan kolon asendens sehingga sedikit isi hasil dari dorongan ke depan.
Oleh karena itu bahan feses dalam usus besar secara lambat diaduk dan dicampur
sehingga bahan feses secara bertahap bersentuhan dengan permukaan mukosa usus
besar, dan cairan serta zat terlarut secara progresif diabsorbsi hingga
terdapat 80-200 ml feses yang dikeluarkan tiap hari.
b. Gerakan Mendorong “Pergerakan Massa”
Banyak
dorongan dalam sekum dan kolon asendens dari kontraksi haustra yang lambat tapi
persisten, kimus saat itu sudah dalam keadaan lumpur setengah padat. Dari sekum
sampai sigmoid, pergerakan massa mengambil alih peran pendorongan untuk
beberapa menit menjadi satu waktu, kebanyakan 1-3 x/hari gerakan. Selain itu,
kolon mempunyai kripta lieberkuhn tapi tidak ber-vili. menghasilkan mucus (sel
epitelnya jarang mengandung enzim). Mucus mengandung ion bikarbonat yang diatur
oleh rangsangan taktil , langsung dari sel epitel dan oleh refleks saraf
setempat terhadap sel mucus Krista lieberkuhn. Rangsangan n. pelvikus dari medulla
spinalis yang membawa persarafan parasimpatis ke separuh sampai dua pertiga
bagian distal kolon. Mucus juga berperan dalam melindungi dinding kolon
terhadapekskoriasi, tapi selain itu menyediakan media yang lengket untuk saling
melekatkan bahan feses. Lebih lanjut, mucus melindungi dinding usus dari
aktivitas bakteri yang berlangsung dalam feses, ion bikarbonat yang disekresi
ditukar dengan ion klorida sehingga menyediakan ion bikarbonat alkalis yang
menetralkan asam dalam feses. Mengenai ekskresi cairan, sedikit cairan yang
dikeluarkan melalui feses (100 ml/hari). Jumlah ini dapat meningkat sampai
beberapa liter sehari pada pasien diare berat. (GUYTON,
Arthur C. 1990. Fisiologi Manusia Edisi 3. Jakarta: EGC.)
d.
Absorpsi dalam Usus Besar
Sekitar 1500
ml kimus secara normal melewati katup ileosekal, sebagian besar air dan
elektrolit di dalam kimus diabsorbsi di dalam kolon dan sekitar 100 ml
diekskresikan bersama feses. Sebagian besar absorpsi di pertengahan kolon
proksimal (kolon pengabsorpsi), sedang bagian distal sebagai tempat penyimpanan feses sampai akhirnya dikeluarkan pada waktu
yang tepat (kolon penyimpanan)
1)
Absorbsi dan Sekresi Elektrolit dan
Air.
Mukosa usus
besar mirip seperti usus halus, mempunyai kemampuan absorpsi aktif natrium yang
tinggi dan klorida juga ikut terabsorpsi. Ditambah taut epitel di usus besar
lebih erat dibanding usus halus sehingga mencegah difusi kembali ion tersebut,
apalagi ketika aldosteron teraktivasi. Absorbsi ion natrium dan ion klorida
menciptakan gradien osmotic di sepanjang mukosa usus besar yang kemudian
menyebabkan absorbsi air. Dalam waktu bersamaan usus besar juga menyekresikan
ion bikarbonat (seperti penjelasan diatas) membantu menetralisir produk akhir
asam dari kerja bakteri didalam usus besar . (GUYTON,
Arthur C. 1990. Fisiologi Manusia Edisi 3. Jakarta: EGC.)
2)
Kemampuan Absorpsi Maksimal Usus
Besar
Usus besar
dapat mengabsorbsi maksimal 5-8 L cairan dan elektrolit tiap hari sehingga bila
jumlah cairan masuk ke katup ileosekal melebihi atau melalui sekresi usus besar
melebihi jumlah ini akan terjadi diare. Mucus juga berperan dalam melindungi
dinding kolon terhadap ekskoriasi, tapi selain itu menyediakan media yang
lengket untuk saling melekatkan bahan feses. Lebih lanjut, mucus melindungi
dinding usus dari aktivitas bakteri yang berlangsung dalam feses, ion
bikarbonat yang disekresi ditukar dengan ion klorida sehingga menyediakan ion
bikarbonat alkalis yang menetralkan asam dalam feses. Mengenai ekskresi cairan,
sedikit cairan yang dikeluarkan melalui feses (100 ml/hari). Jumlah ini dapat
meningkat sampai beberapa liter sehari pada pasien diare berat. (GUYTON, Arthur C. 1990. Fisiologi Manusia Edisi 3. Jakarta: EGC.)
3)
Kerja Bakteri dalam kolon.
Banyak
bakteri, khususnya basil kolon, bahkan terdapat secara normal pada kolon
pengabsorpsi. Bakteri ini mampu mencerna selulosa (berguna sebagai tambahan
nutrisi), vitamin (K, B₁₂, tiamin,
riboflavin, dan bermacam gas yang menyebabkan flatus di dalam kolon, khususnya
CO₂, H₂, CH₄). (GUYTON,
Arthur C. 1990. Fisiologi Manusia Edisi 3. Jakarta: EGC.)
4)
Komposisi feses.
Normalnya
terdiri dari 3⁄₄ air dan 1⁄₄ padatan (30% bakteri, 10-20% lemak,
10-20% anorganik, 2-3% protein, 30% serat makan yang tak tercerna dan unsur
kering dari pencernaan (pigmen empedu, sel epitel terlepas). Warna coklat dari
feses disebabkan oleh sterkobilin dan urobilin yang berasal dari bilirubin yang
merupakan hasil kerja bakteri. Apabila empedu tidak dapat masuk usus, warna
tinja menjadi putih (tinja akolik). Asam organic yang terbantuk dari
karbohidrat oleh bakteri merupakan penyebab tinja menjadi asam (pH 5.0-7.0).
Bau feses disebabkan produk kerja bakteri (indol, merkaptan, skatol, hydrogen
sulfide). Komposisi tinja relatif tidak terpengaruh oleh variasi dalam makanan
karena sebagian besar fraksi massa feses bukan berasal dari makanan. Hal ini
merupakan penyebab mengapa selama kelaparan jangka panjang tetap dikeluarkan
feses dalam jumlah bermakna. (GUYTON, Arthur C. 1990.
Fisiologi Manusia Edisi 3. Jakarta: EGC.)
e. Defekasi
Sebagian besar waktu, rectum tidak
berisi feses, hal ini karena adanya sfingter yang lemah 20 cm dari anus pada
perbatasan antara kolon sigmoid dan rectum serta sudut tajam yang menambah
resistensi pengisian rectum. Bila terjadi pergerakan massa ke rectum, kontraksi
rectum dan relaksasi sfingter anus akan timbul keinginan defekasi. Pendorongan
massa yang terus menerus akan dicegah oleh konstriksi tonik dari
1)
sfingter ani interni;
2)
sfingter ani eksternus.
Refleks Defekasi yaitu keinginan
berdefekasi muncul pertama kali saat tekanan rectum mencapai 18 mmHg dan apabila mencapai 55 mmHg, maka sfingter ani internus dan eksternus
melemas danisi feses terdorong keluar. Satu dari refleks defekasi adalah
refleks intrinsic (diperantarai sistem saraf enteric dalam dinding rectum.
Ketika feses masuk rectum, distensi dinding rectum menimbulkan sinyal aferen
menyebar melalui pleksus mienterikus untuk menimbulkan gelombang peristaltic
dalam kolon descendens, sigmoid, rectum, mendorong feses ke arah anus. Ketika
gelombang peristaltic mendekati anus, sfingter ani interni direlaksasi oleh
sinyal penghambat dari pleksus mienterikus dan sfingter ani eksterni dalam
keadaan sadar berelaksasi secara volunter sehingga terjadi defekasi. Jadi
sfingter melemas sewaktu rectum teregang. Sebelum tekanan yang melemaskan
sfingter ani eksternus tercapai, defekasi volunter dapat dicapai dengan secara
volunter melemaskan sfingter eksternus dan mengontraksikan otot-otot abdomen
(mengejan). Dengan demikian defekasi merupakan suatu reflex spinal yang dengan
sadar dapat dihambat dengan menjaga agar sfingter eksternus tetap berkontraksi
atau melemaskan sfingter dan megontraksikan otot abdomen. Sebenarnya stimulus
dari pleksus mienterikus masih lemah sebagai relfeks defekasi, sehingga
diperlukan refleks lain, yaitu refleks defekasi parasimpatis (segmen sacral
medulla spinalis).
Bila ujung saraf dalam rectum terangsang, sinyal akan
dihantarkan ke medulla spinalis, kemudian secara refleks kembali ke kolon
descendens, sigmoid, rectum, dan anus melalui serabut parasimpatis n. pelvikus.
Sinyal parasimpatis ini sangat memperkuat gelombang peristaltic dan merelaksasi
sfingter ani internus. Sehingga mengubah refleks defekasi intrinsic menjadi
proses defekasi yang kuat. Sinyal defekasi masuk ke medula spinalis menimbulkan
efek lain, seperti mengambil napas dalam, penutupan glottis, kontraksi otot
dinding abdomen mendorong isi feses dari kolon turun ke bawah dan saat
bersamaan dasar pelvis mengalami relaksasi dan menarik keluar cincin anus
mengeluarkan feses.
2.3 Kelainan pada kolon
(https://romansah.wordpress.com/2009/02/24/kelainan-pada-usus-besar/ (Posted by romansah
pada Februari 24, 2009))
Dilihat dari bentuknya usus besar terdiri dari tiga bagian
yaitu bagian usus menaik, bagian usus mendatar, dan bagian usus menurun. Adanya
gangguan-gangguan tertentu menyebabkan usus besar mengalami kelainan dan
berubah dari bentuk normalnya. Beberaoa kelainan yang sering terjadi pada usus adalah
sebagai berikut:
a. Prolapsus (usus menggangung)
Terjadi
penggantungan organ atau jaringan ke arah bawah; dalam usus dua belas jari.
Kondisi ini dapat menurunkan tekanan organ. Merusak sirkulasi dan fungsi usus.
b. Prolapsus on lower with organ
pressure. Usus menggantung dengan disertai tekanan pada organ dibawahnya.
c. Spasm. Penyempitan pada bagian tertentu di usus. Gejala yang biasa
muncul antara lain: terjadi kram (kejang otot) dan pengetatan otot.
d. Balooned Sigmoid. Pembesaran usus
besar akibat penimbunan gas atau bahan feses.
e. Stricture. Pengecilan bagian-bagian
tertentu pada usus.
f. Diverticulata. Munculnya
kantong-kantong kecil pada bagian tertentu di usus besar. Kantong-kantong
tersebut disebabkan oleh protusi selaput lendir (mucus membrane) lewat kerusakan
pada lapisan otot usus besar. Divertikula adalah titik-titik lemah pada dinding
kolon dan kadang-kadang dapat pecah dan memungkinkan terjadi infeksi
disekitarnya (kondisi ini disebut diverticulities). Namun untunglah, kebanyakan
pengidap divertikulata tidak mengalami divertikulitis. Umumnya terasa nyeri
pada perut bagian bawah, obstipasi dan diare oleh gangguan motilities sigmoid.
g. Colitis. Penggembungan pada sebagian
usus besar sementara bagian yang lain terjadi penyempitan. Colitis merupakan
radang akut yang amat perih pada usus besar yang timbul pada konstipasi
lanjuran dan diare. Kondisi seperti ini sering disebabkan akibat tekanan emosi
dan kecemasan. Kelainan uni umumnya ditemukan pada orang muda (usia 15-30
tahun) dan usia lanjut (60-80 tahun). Wanita memiliki peluang lebih besar
mengalami kelainan ini dibandingkan pria. Gejala utama yang biasa muncul pada
penderita penakit ini antara lain: pendarahan dari rektum dan diare bercampur
darah, nanah dan lendir. Biasanya disertai tenesmi dan kadang inkntinensia
alvus (perut dengan isinya). Biasanya penderita mengalami demam, mual, muntah
dan berat badan menurun.
h. Sembelit
Sembelit
adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami kesulitan melakukan buang air
besar (BAB) yang disebabkan oleh adanya penumpukan atau penyumbatan usus oleh
sisa-sisa makanan atau feses. Lebih dari 90% masalah kesehatan manusia berasal
dari kolon yang tersumbat.
Sembelit
dapat terjadi karena beberapa hal antara lain :
1.
Makanan
yang kurang serat/fiber melambatkan pembuangan feses dan menyebabkan
toksin-toksin menempel pada kantong usus.
2.
Perekatan
(adhesions) dapat menjadi penyebab sembelit karena membran mukus yang melekat
pada dinding usus.
3.
Regangan
kolon akibat kelebihan kandungan makanan.
4.
Ketidakseimbangan
katup yang menyebabkan isi dalam kolon kembali ke dalam usus kecil.
5.
Kurang
olah raga, terutama olahraga pada bagian perut.
6.
Keadaan
postur yang lemah ditambah dengan pengerutan spontan dan reflek pada otot-otot
tertentu, juga dapat mengakibatkan proses pembuangan feses tidak normal.
Tanda-tanda
atau gejala adanya sembelit adalah :
1.
Pembesaran
abdomen (perut) dengan adanya rasa belum puas buang air besar.
2.
Sakit
kepala.
3.
Tekanan
kejiwaan, rasa was-was dan sensitive terhadap gangguan.
4.
Letih
dan haus
5.
Pencernaan
tidak baik dan banyak gas
6.
Sulit
tidur dan sering bangun di waktu malam
7.
Berlebihan
berat badan, mal nutrisi, dan ketidak seimbangan kelenjar.
8.
Sakit
organ belakang bawahan (lower back pain) yaitu bila kolon menekan saraf
sciatica.
9.
Adanya
masalah pada kulit, rambut dan kuku.
Apabila
sembelit dibiarkan terlalu lama dapat mengakibatkan terjadinya penyakit lain
seperti:
1.
Wasir
2.
Intoksikasi
3.
Penyakit
autoimun yang terbentuk akibat sistem imun yang bekerja keras mengalami
kekeliruan sehingga menyerang organ-organ sistem tubuh yang lainnya seperti
lupus dan kanker.
4.
Infeksi/peradangan
5.
Tumor/kanker